Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
SARA
Djoko Edhi: Isu SARA, Upaya Menjauhkan Masyarakat Pemilih dari Agamanya Harus Dilawan
2016-10-17 14:51:14
 

Ilustrasi. Djoko Edhi S Abdurrahman, selaku aktivis senior dan mantan Anggota DPR RI Komisi III.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Djoko Edhi S Abdurrahman, selaku aktivis senior dan mantan Anggota DPR RI Komisi III yang menilai secara subtansi issue suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang berhembus terkait peristiwa yang secara tidak langsung bergejolak kini adalah upaya menjauhkan masyarakat pemilih dari agamanya. Bahkan menurutnya, adanya perspektif dan indikasinya secara dialektika merupakan upaya mensekularisasi masyarakat.

"Ini sesuai dengan pemberitaan wikilieks, Desain kesepakatan China dan Amerika. Pindah ke urusan program dan seterusnya yang hanya bagian kecil dari visi misi para pasangan calon Kepala Daerah. Upaya menjauhkan masyarakat dengan Agamanya harus dilawan, sedangkan Agama adalah faktor statik yang tak bisa direkayasa," ungkap Djoko Edhi yang berprofesi sebagai Pengacara, Senin (17/10).

Dalam ilmu komunikasi bahwa, agama adalah faktor statik. Itu tak bisa dihindari dan tak bisa diubah. Upaya mengubah faktor statik adalah sama dengan mengubah moral agama dan moral budaya..

"Tampaknya Ahok tak paham itu, hingga nabrak nabrak. Penolakan terhadap demokrasi yang tujuannya menghasilkan demokrasi sekuler itu adalah keharusan. Moral agama mau dipisahkan dengan agamanya dan pindah ke moral Pilkada," jelasnya.

"Tentu saja tak sesuai dijalankan di negara religius seperti Indonesia, yang sesuai demokrasi demikian adalah di negara sekuler. Moral budaya mau dipisahkan dari kesukuannya menjadi moral Pilkada. Apa moral Pilkada itu? Jika itu terjadi yang terbentuk adalah demokrasi sekuler," imbuhnya khawatir.

Namun, sambung Djoko Edhi menambahkan, kalau secara faktanya saja di Pilpres Amerika yang sekuler pun, agama dan suku tetap dominan. Misalnya, dimana Presiden Obama secara terbuka mengajak afro Amerika dan kulit berwarna memilih Hillary, sementara Donald Trump menumpahkan kebenciannya terhadap kulit berwarna dan agama bukan kristen.

"SARA dihilangkan? Saya jelas tidak setuju. Anti SARA dahulu dianut Orde Baru untuk menyatukan masyarakat yang saat itu nasionalismenya belum terbangun. Setelah semua orang telah menerima Pancasila sebagai dasar negara, anti SARA malah kontra produktif dan pindah sasaran untuk mensekularisasi demokrasi," tuturnya.

Nasionalisme bukan untuk memisahkan masyarakat dari Agama dan Budayanya. Upaya itu harus dilawan. Nampaknya, ada yang ketidakberesaan pemikiran anti SARA dengan prototipe kini, yang hanya dipandang secara pragmatis, dan tanpa sadar adalah gerakan sekuler yang secara tidak langsung menyerang Agama dan Budaya.

Bila ditelisik dan dipahami lebih mendalam lagi, sambung Djoko Edhi yang mengulas kalau ini merupakan jebakan. Dimana menurutnya sebuah jebakan canggih, Pertama (1), Dijebak dengan demokrasi liberal. Demokrasi yang belum pernah dikonsep sejak UUD 45 diubah (Amandemen) menjadi UUD 2002. Tak ada lagi alat untuk mempertahankan tanah air seiring dengan lenyapnya pribumi.

Kemudian, jebakan Kedua (2), Dapat ditelusuri pada UUD 2002 mengenalkan HAM tipologi law of rule adalah HAM yang dianut oleh Amerika dan Inggris atau ras anglo saxon. Padahal HAM Indonesia adalah tipologi hukum Eropa (Eropa continental law).

Selanjutnya jebakan ketiga (3), Ketika Otonomi Daerah diubah dari UU nomor 5 tahun 1974 menjadi Undang-Undang Otonomi Daerah tingkat dua dari sebelumnya di tingkat satu. Dalam hal ini Demokrasi berubah menjadi total liberal, terpilihlah pemimpin yang tak layak. Lalu disusul UU Pilpres yang memilih tanpa filter. Terpilihlah SBY dan Jokowi.

Dan terakhir jebakan Keempat (4), Desain UUD 2002 hampir sama persis dengan UU RIS yang menghendaki Asing menjadi Pemimpin Negara. Jebakan terakhir ini, prasyaratnya adalah mengubah demokrasi Pancasila menjadi demokrasi sekuler.

"Padahal Konstitusi itu dimana pun berbasis Hukum Tata Negara (HTN). Pancasila secara HTN, dibangun oleh keempat unsur yang disebut sebagai Hukum Dasar, yakni: (1) Agama, (2) Adat, (3) Tradisi, (4) Kebiasaan. Nah, hasil 'oplos'an dari keempat unsur itulah yang disebut Pancasila," urainya.

"Bila mau mensekulerkan Pancasila, harus dimulai dari hukum dasar tadi. Di China, dilakukan dengan membuat Revolusi Kebudayaan, dimana dari Revolusi Kebudayaannya Guru Mao, lahir Revolusi Mental," pungkasnya.(bh/mnd)



 
   Berita Terkait > SARA
 
  Legislator Ajak Masyarakat Hindari Isu SARA di Pemilu 2024
  Unggah Konten Ujaran Kebencian, Satgas Nemangkawi Tangkap Pemilik Akun Ini
  Lagi, Kicauan Ferdinand Hutahaean Tentang Anies Baswedan dan Hadramaut Berbau Rasisme dan Berbahaya
  PP Muhammadiyah: Masyarakat dan Umat Minta Abu Janda Ditangkap dan Diadili
  Abu Janda Kembali Dilaporkan ke Polisi, Kali Ini Terkait Ujaran SARA Terkait Islam Arogan
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2