SAMARINDA, Berita HUKUM - Kasus dugaan korupsi dana abadi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Fahutan - Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) yang selama ini di periksa oleh jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim ternyata jauh sebelumnya sudah diselidiki Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda. Hal tersebut dikatakan Kajari Samarinda, Constantin Ansanay, Jumat (22/8).
"Kasus yang sedang ditangani Kejati Kaltim sudah lebih dahulu di periksa penyelidikannya oleh Kejari samarinda dan saat ini sudah ditingkatkan ke tingkat penyidikan," ujar Kajari.
Kajari Ansany menyebutkan bahwa setelah menerima laporan dalam kasus ini dan dinyatakan memenuhi sarat unsur tindak pidana korupsi, maka pihaknya langsung melakukan pemantauan dan pengumpulan bahan keterangan dan data, terangnya.
Dari pengumpulan data tersebut diketahui ada unsur dugaan tindak pidana korupsi penyalagunaan dana abadi di Fakultas Kehutanan Unmul senilai Rp 430 juta oleh mantan dekan Fakultas Kehutanan Unmul yang berinisial CDB, dana tersebut diduga digunakan oleh yang bersangkutan untuk membeli sebuah mobil, ujar Ansanay.
"Penanganan perkara ini sudah kita saring melalui sebuah pullbaket dan puldata dengan surat perintah tugas dan setelah diekspos internal maka kasus ini sudah dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan," jelas Kajari Ansanay.
Kajari menjelaskan bahwa, dilihat dari latar belakang dugaan kasus korupsi dana abadi Fahutan Unmul, dimana Fakultas Kehutanan sebelum berlakunya BLU (Badan Layanan Umum), mereka mendapatkan semacam dana yang diberikan saat Fahutan diminta untuk melakukan survei atau ikut dalam suatu penelitiaan.
Fakultas dikasih semacam komisi untuk operasional dalam melakukan survei atau penelitian karena pada tahun 2009 ada Peraturan Pemerintah yang mengatakan bahwa semua dana dana seperti itu harus melalui rektorat dan harus tersimpan dalam rekening universitas, maka itu menjadi uang negara, sehingga setiap Fakultas yang ingin menggunakan dana tersebut harus mengajukan proposal, sebut Ansanay.
"Faktanya dana tersebut tidak disetor ke Rektorat dan disimpan dalam rekening pribadi mantan dekan Fakultas Kehutanan dan telah digunakan untuk membeli mobil yang mana namanya tercantum dalam STNK dan BPkB sebagai pemilik," tegas Ansanay.
Selain dana abadi Fahutan, ada juga dana bantuan pihak ketiga sebesar Rp 800 juta lebih yang diduga tidak dimasukan dalam berita acara pembukuan dan diduga dimasukan dalam rekening pribadi, tambah Ansanay.
"Terkait kasus ini Kejari Samarinda telah memeriksa 9 orang saksi, dari keterangan saksi semuanya mengarah kepada tindak pidana korupsi," pungkas Kajari Ansanay.(bhc/gaj) |