JAKARTA, Berita HUKUM - Eksponen Muda Lintas Iman Indonesia (EMLI-Indonesia) mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua agar membentuk sebuah "gugus tugas" (task force) yang bersifat khusus, dalam rangka penanganan "krisis" Papua secara komprehensif dan multidimensional.
Hal itu disampaikan Adhyaksa Dault selaku Koordinator EMLI-Indonesia dalam konferensi pers pernyataan sikap tentang "Krisis" Papua, di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (1/9).
Pernyataan sikap tersebut, terkait mencermati dengan seksama suasana psikososial dan psikopolitik, khususnya kondisi keamanan dan ketertiban sosial di bumi cendrawasih Papua, pasca demonstrasi berujung rusuh di Jayapura pada tanggal 29 Agustus 2019, yang berpotensi menimbulkan "krisis" sosial-politik di Papua.
"Maka kami anak-anak bangsa yang berhimpun dalam Eksponen Muda Lintas Iman Indonesia (EMLI-Indonesia), memandang perlu mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk "gugus tugas" (task force)," kata mantan Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka ini.
Adhyaksa Dault menjelaskan, pimpinan dan keanggotaan dari gugus tugas hendaknya diprioritaskan bagi putera-puteri Papua dari berbagai latar belakang, yang sungguh-sungguh memahami masalah-masalah mendasar di Papua.
"Gugus tugas ini hendaknya membangun kemitraan intesif dengan para pemimpin umat beragama di Papua melalui lembaga-lembaga keagamaan seperti Sinode Gereja, Keuskupan, dan MUI, serta para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda di Papua," ujar Adhyaksa Dault.
"Sebagaimana pandangan yang diungkapkan sendiri oleh Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, bahwa: "agar kehidupan berbangsa ini lebih baik, tidak ada orang lain dari Papua yang bisa membantu masalah Papua, kecuali orang yang telah ada di Papua yang bisa menyelesaikannya," tandasnya.
Terkait penanganan cepat Polri dan TNI dalam mengatasi dan menindak para pelaku kerusuhan di sejumlah wilayah Papua, EMLI-Indonesia mengapresiasi langkah cepat tersebut.
"Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa unjukrasa berujung rusuh di Jayapura pada tanggal 29 Agustus 2019, sekaligus mengapresiasi sikap cepat tanggap dari pihak Kepolisian Republik Indonesia yang telah menetapkan 30 orang tersangka dalam kerusuhan di Jayapura," tukasnya.
"Tindakan cepat kepolisian ini merupakan manifestasi sikap menjunjung tinggi supremasi dan atau penegakan hukum. Bersamaan dengan itu, para penegak hukum di ranah pengadilan hendaknya menjatuhkan hukuman berat bagi siapapun pelaku tindakan provokasi yang membonceng sentimen SARA dan tindakan intoleransi," lugasnya.
EMLI-Indonesia juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk bijak menyikapi dan menghadapi persoalan yang terjadi di Papua.
"Kami mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya bagi yang berada di wilayah Propinsi Papua, termasuk di dalamnya aparat keamanan (TNI-Polri), agar dapat menahan diri dan selalu mengedepankan pendekatan persuasif dalam mengatasi setiap potensi gejolak sosial yang terjadi," tambah Viktus Murin selaku Sekretaris EMLI-Indonesia.
"Warga masyarakat bumi cendrawasih Papua sesungguhnya adalah warga Indonesia yang berkarakter Bhinneka Tunggal Ika, yang menjunjung tinggi kemajemukan, berjiwa besar dan atau patriotik, serta mengutamakan perdamaian dan persaudaraan sebangsa-setanahair," pungkasnya.
Berikut susunan pengurus EMLI-Indonesia yang juga hadir dalam pembacaan pernyataan sikap:
1. Adhyaksa Dault (Koordinator)
2. Viktus Murin (Sekretaris)
3. Ronny Abi (Anggota)
4. Gunawan (Anggota)
5. Rachel Tuerah (Anggota)
6. Emanuel Bria (Anggota)
7. Carlos Paath (Anggota)
8. Irwan Lalegit (Anggota)
9. Paulus Doni Ruing (Anggota)
10. Roger (Anggota)
11. Subhan Pattimahu (Anggota)
12. Widy Sailendra (Anggota)
13. Raela KusRorong (Anggota)
14. Jefrry Gultom (Anggota)
15. Karolus Etoehaq (Anggota)
16. Terry Panauhe (Anggota)
17. Standis R (Anggota)
18. Stanly Sondakh (Anggota)
19. Wilem Lodjor (Anggota)
20. Syahrial.(bh/amp) |