JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyambut baik rencana DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertujuan menginvestigasi kasus tercecernya KTP-elektronik (KTP-el). Bila perlu, Pansus menginvestigasi bocornya data kartu tanda penduduk elektronik tersebut, hingga mencari dokumen yang relevan jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
"Saya berharap Pansus memberikan ketenangan kepada masyarakat tentang keraguan yang berkembang atas bocornya data KTP-el dan dokumen yang relevan, sehingga tak ada lagi kecurigaan atas pelaksanaan Pemilu nanti. Kelak, tidak ada lagi yang merasa dicurangi," kata Fahri, dalam pesan singkatnya kepada Parlementaria, Kamis (13/12).
Pemilu harus dilakukan denga jujur dan adil, tanpa kecurangan. Terkuaknya KTP-el yang tercecer hingga ribuan keeping itu, memang, sempat menimbulkan kecurigaan yang masif di tengah masyarakat. DPR RI pun akhirnya mewacanakan pembentukan Pansus KTP-el untuk menginvestigasi berbagai temuan yang beredar di masyarakat, kendati itu adalah target jangka pendeknya.
"Dalam jangka panjang, kita memang harus mengidentifikasi, apabila ada korupsi dalam KTP-el ini, tentu harus ditingkatkan pada tingkat tender, bukan cuma sekadar proses korupsi politik saja. Korupsi pengadaan barang ini menyebabkan data-data dan rahasia negara tersebar, tercecer, dan ada di tangan musuh bangsa Indonesia yang dalam jangka panjang akan melemahkan negara ini," ungkapnya.
Selama ini, lanjut Fahri, publik tidak mengungkap hubungan antara KTP-el tercecer dengan para supplier-nya dan kementerian yang membayar pengadaannya. Tapi, sibuk membahas keterangan Nazaruddin tentang uang beredar di antara Anggota DPR RI. Publik mungkin lupa memeriksa permainan tender yang membuat kartu identitas penduduk itu tercecer.
'Skandal KTP-el itu ada dua, pertama yang sekarang heboh, tetapi enggak mau diungkap soal kenapa ada kelebihan cetak? Bagaimana kalau ada penggelembungan jumlah pemilih di database? Kedua, yang dramanya sudah selesai dengan dipenjaranya SN sahabat NZ. Drama selesai tapi kepalsuan tidak," tandas legislator asal NTB tersebut.
Padahal, masih menurut Fahri, keanehan dalam skandal KTP-el ini adalah karena KPK tidak mau menelusuri proses tender sampai adanya pemenang yang punya akses kepada data penduduk/pemilih Indonesia, pencetakan dan yang menyebabkan semua kekacauan sampah KTP-el, hingga memunculkan keraguan pada Pemilu 2019.
"Dalam skandal KTP-el yang diributkan malah sesuatu yang awam, seperti soal bagi-bagi uang dari pengusaha sebelum tender. Padahal, belum ada peredaran uang negara. Keributan ini bukan tentang kerugian negara, tapi soal bagi-bagi fee antara pengusaha sebelum ranah negara. Sementara masalah inti dilupakan," sindir Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) ini.
Seandainya KPK mau mendalami surat menyurat antara Kemendagri dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang diketuai oleh Agus Raharjo saat itu, tentu beda cerita. Mungkin modus penyimpangannya akan terungkap dengan jelas. Data kependudukan sangat krusial dan bisa digunkan untuk melakukan kecurangan dalam Pemilu.(mh/sf/DPR/bh/sya)
|