JAKARTA, Berita HUKUM - Fasilitasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah merupakan bagian penting dalam menyukseskan pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014.
Demikian ditegaskan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Nasional Persiapan Pemilu 2014 yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Gotel Grand Sahid Jaya, Senin malam (26/8).
“Kami berharap pemerintah daerah jangan ada lagi yang ragu-ragu membantu penyelenggara Pemilu. Jangan ada lagi yang bertanya soal dasar hukum. Sebab dasar hukumnya sudah sangat jelas dan itu sifatnya wajib,” tegas Husni.
Husni mengutip pasal 126 ayat 1 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang menyebutkan untuk kelancaran tugas, wewenang dan kewajibannya, Penyelenggara Pemilu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitasi sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam ayat 2 pasal tersebut, merinci bantuan dan fasilitas yang dapat diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan Pemilu yakni penugasan personel pada sekretariat PPK dan PPS, penyediaan sarana ruangan sekretariat PPK dan PPS, pelaksanaan sosialisasi, kelancaran transportasi pengiriman logistik, monitoring kelancaran penyelenggaraan Pemilu dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Pemilu.
Selama ini, kata Husni, koordinasi dan fasilitasi dari pemerintah dan pemerintah daerah sudah berjalan baik. Hanya beberapa daerah yang belum memahami secara utuh tentang adanya kewajiban fasilitasi tersebut. Husni berharap untuk pelaksanaan tahapan berikutnya, koodinasi dan fasilitasi antar KPU dengan pemerintah dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan.
Tahapan kampanye merupakan salah satu tahapan yang membutuhkan fasilitasi dari pemerintah daerah. Sebab KPU daerah dalam menetapkan zona pemasangan alat peraga kampanye akan banyak berkoordinasi dan meminta persetujuan dari Pemerintah Daerah.
Karenanya, pemerintah daerah memiliki peran yang sangat besar dalam penegakan peraturan KPU yang mengatur pelaksanaan kampanye. Pemerintah daerah berwenang melakukan penertiban alat peraga kampanye yang melanggar aturan. Pemerintah daerah dapat mencabut atau memindahkan alat peraga kampanye tersebut tanpa pemberitahuan kepada peserta Pemilu.
KPU setelah melakukan revisi terhadap peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye memberi batasan pemasangan alat peraga kampanye. Untuk caleg hanya dibolehkan memasang satu spanduk di setiap zona. Sementara pemasangan baliho, billboard dan papan reklame hanya diperuntukan bagi partai politik. “Ini merupakan upaya KPU untuk memperlakukan sama semua caleg,” ujar Husni.
Selain itu, KPU juga melarang pemasangan alat peraga kampanye yang menempel di fasilitas umum seperti tonggak listrik dan telepon, fasilitas ibadah, rumah sakit, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan, jalan protokol dan jalan bebas hambatan. Menurut Husni, informasi tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh pemerintah daerah yang nantinya juga memiliki peran dalam penertiban alat peraga kampanye.
Peraturan KPU menyangkut pelaksanaan kampanye tersebut akan mulai diberlakukan satu bulan sejak diundangkan. Jika pada bulan berikutnya masih ada alat peraga yang melanggar aturan maka petugas akan menertibkannya. Untuk iklan layanan masyarakat tentang program pembangunan dengan menyertakan para pejabatnya dalam iklan, sementara pada waktu yang sama pejabat itu merupakan calon anggota DPR, DPD dan DPRD, dilarang sejak enam bulan sebelum pemungutan suara.
Husni mengatakan dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia sebenarnya fasilitasi dari pemerintah masih kecil jika dibanding dengan kerja gotong royong yang disumbangkan oleh rakyat. Badan ad hoc penyelenggara Pemilu seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang jumlahnya dominan bekerja dengan honor dan fasilitas yang sangat terbatas.
Menurut Husni banyak problem penyelenggaraan Pemilu di lapangan yang membutuhkan perhatian dari pemerintah. Salah satunya diperlukan pola penganggaran yang berbeda untuk daerah dengan kondisi khusus seperti Papua dengan kondisi geografis dan moda transportasi yang sulit. Sebab untuk menjangkau beberapa daerah harus menggunakan pesawat carteran dengan biaya yang sangat mahal.(kpu/bhc/rby) |