JAKARTA, Berita HUKUM - Mengenai akan digelarnya demonstrasi lanjutan Aksi Bela Islam jilid III terkait kasus penistaan agama Islam dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta non aktip, yang rencananya digelar oleh masyarakat Indonesia di Jakarta pada Jumat 2 Desember mendatang, sepertinya sangat menakutkan bagi 'rezim' Jokowi-JK ini, bahkan kini berhembus issue aksi tersebut dituding akan ditunggangi dengan 'Makar'.
Menurut pandangan aktivis Ferdinand Hutahaean yang kini sebagai Pimpinan Rumah Amanah Rakyat (RAR) memberikan komentarnya bahwa, "Kapolri yang entah dengan dasar dan gunakan indikator serta bukti apa hingga dengan mudah menuding kalau aksi yang diprakarsai Gerakan Pembela Fatwa MUI tersebut sebagai MAKAR?," ungkapnya, Selasa (22/11).
"Ini jelas tudingan makar yang prematur. Pernyataan Kapolri yang menyebut aksi 2 Desember tesebut sebagai makar dan berupaya menghalangi aksi tersebut terjadi adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional masyarakat," ujar Ferdinand, yang sebelumnya ia adalah sebagai mantan Relawan Jokowi di Pilpres 2014 silam.
Lebih lanjut, Ferdinand menyatakan, "Tidak mungkin Kapolri Jenderal Tito tidak mengetahui ada pasal 28 UUD 45, ada UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (HAM), selain itu ada UU No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dan terakhir ada konvensi universal yang sudah dirativikasi dalam UU No 12 tahun 2005 tentang hak-hak sipil," jelasnya.
"Dengan demikian sangat patut diduga bahwa Kapolri sengaja dan secara sadar menabrak UU demi kepentingan kekuasaan tertentu," cetus Ferdinand.
Padahal, menurut Ferdinand sebenarnya tidaklah sulit dan tidak perlu membawa bangsa ini kedalam situasi yang semakin tidak menentu andaikan penegakan hukum dilakukan secara sama dan adil terhadap semua orang.
"Soalnya, perbedaan perlakuan Polri terhadap para tersangka penistaan agama yang kemudian jadi terpidana sangat berbeda perlakuan terhadap tersangka Ahok," terangnya, yang merasa perbedaan perlakuan inilah yang kemudian bisa kemungkinan menjadi api dalam sekam. "Dan membara serta terbakar! hingga mengakibatkan situasi bangsa semakin tidak menentu," tegasnya, berpandangan.
"Sekarang yang menjadi pertanyaan, apa susahnya melakukan penahanan terhadap Ahok? Dan penahanan itu tidak melanggar apapun dan justru saat ini sangat urgent, karena kasus Ahok semakin hari semakin mengaduk-aduk bangsa ini dan terancam pecah," bebernya lagi.
Selanjutnya, dapat dipandang pula kalau menurut Pimpinan Rumah Amanah Rakyat bahwa, "pernyataan Kapolri mengenai aksi tanggal 2 mendatang sebagai Makar dan akan ditindak adalah bentuk pendekatan kekuasaan yang otoriter melebihi rejim diktator."
"Soalnya, tanpa bukti dan tanpa penjelasan apapun, Kapolri seolah mau memberangus pelaku aksi dengan tuduhan makar. Kenapa begitu menakutkan aksi 2 Desember itu bagi rejim ini? Bukankah tidak perlu takut kalau pemerintah sudah bekerja benar? Mengapa demo yang difokuskan ke Istana dan DPR dianggap sebagai Makar?," tanyanya lagi, dengan penuh tanda tanya besar.
"Sangat tidak masuk akal seorang Kapolri dengan mudahnya menuding masyarakat yang ingin menegakkan penegakan hukum dengan tudingan Makar. Apakah itu perintah Presiden yang takut lengser, sehingga harus mengedepankan cara-cara represif dan otiriter ?," tegasnya.
Mestinya Presiden dan Kapolri harus sadar, kenapa rakyat begitu marahnya atas sikap pemerintah terhadap kasus Ahok. "Pemerintah dalam hal ini Presiden dianggab publik membela dan melindungi Ahok. Itulah mengapa rakyat ini jadi ingin berdemo dan bukan untuk makar," jelasnya.
"Saya pikir Kapolri harus meminta maaf kepada publik atas tuduhannya dan segera meletakkan jabatan, karena Kapolri sebagai pengayom masyarakat, ternyata tidak mampu mengayomi masyarakat dan bahkan menempatkan masyarakat sebagai musuh pemerintah yang diberi label makar," urainya mengingatkan, karena ini bisa menjadi sesuatu yang sangat "fatal" dan penuh resiko bagi kelangsungan demokrasi.
"Ditambah lagi, Presiden Jokowi harusnya lebih bisa mendengar masyarakat. Presiden jangan melihat aksi itu hanya aksi sebagian kecil rakyat," katanya.
"Jangan sampai seluruh rakyat turun kejalan dan presiden tidak punya tempat untuk berlindung. Segera lakukan penegakan hukum yang sama terhadap semua orang. Tahan Ahok sebagai tersangka pelanggaran pasal 156 a KUHP, karena berpotensi mengganggu stabilitas negara," tandasnya.(fh/bh/mnd) |