JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi Bela Islam jilid III dengan tagline: Aksi Super Damai 212 yang dikemas dalam bentuk zikir dan doa yang diakhiri dengan Shalat Jumat berjamaah dipusatkan di pelataran Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada, Jumat (2/12) untuk menuntut agar Aparat Penegak Hukum segera menahan Tersangka kasus pidana penistaan agama Islam yang dilakukan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, benar-benar mencatatkan sebuah kenangan, kisah dan bahkan juga sebuah sejarah bagi bangsa Indonesia.
Ferdinand Hutahaean menyebutkan, kalau kenangan mencatat bahwa ada jutaan umat Islam yang datang dari seluruh pelosok negeri bersatu dipersatukan demi sebuah kesamaan. Umat Islam itu kemudian melepas berbagai mazab dan organisasinya, mereka melebur menyatu menjadi satu Umat Islam yang tidak tercerai.
"Tidak sedikit dari mereka meneteskan air mata sembari berdoa, mengadu pada Tuhan sang pemilik kebenaran, bahwa Islam sedang dinistakan dan betapa sulitnya umat Islam yang agamanya dinistakan itu mendapat keadilan," ungkap Pimpinan Rumah Amanah Rakyat (RAR) itu melukiskan pandangannya di Jakarta pada, Minggu (3/12).
Ferdinand berharap agar kedepannya nanti semoga doa dan zikir yang dipanjatkan segera mendapat jawaban dan terkabul.
Aksi Super Damai 212 yang fenomenal dan luar biasa tersebut akhirnya mendapat tempat berselancar bagi Presiden Jokowi. Atas aksi 212 itu, "saya melihat bahwa Presiden Jokowi sedang menghunus Trisula. Sebuah pilihan senjata yang cukup cerdas, cerdik, bahkan sedikit licik dan menjadi pilihan tepat untuk melanggengkan sebuah kekuasaan. Tergantung bagaimana kemudian Jokowi memainkan jurus-jurus mengayunkan Trisulanya." katanya.
Aksi selancar Presiden Jokowi yang menghunus Trisula adalah sesuatu yang sarat makna, sarat pesan tak terucap dan sarat dengan sebuah penegasan sikap yang tak mudah dipahami. "Saya hanya sedang mencoba menganalisis aksi selancar Jokowi atas aksi 212 kemarin," terangnya.
Pertama, Trisula dihunuskan Jokowi kepada Ahok dan kelompok pendukungnya termasuk partai-partai pendukungnya. Presiden sedang mengirimkan pesan keras kepada Ahok dan para pendukungnya untuk mempersiapkan diri atas segala kemungkinan, termasuk bila Hakim yang memeriksa perkara penistaan Agama dengan tersangka Ahok memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menempatkan Ahok di Rumah Tahanan Negara. Itu hak Hakim dan sangat mungkin terjadi bila eskalasi tekanan umat Islam semakin menekan kekuasaan Jokowi. Pesan ini juga termasuk pesan keras bahwa nanti kemungkinan Ahok akan di vonis bersalah. Maka atas kemungkinan itu,
Presiden Jokowi mencoba merapatkan diri ke barisan umat Islam yang kemudian akan mengawal vonis Ahok termasuk dihadapkan melawan reaksi dari para kelompok pendukung Ahok. Memangnya kemana Jokowi akan meminta dukungan melawan kelompok pendukung Ahok kalau bukan ke umat Islam? Itulah Sula pertama yang dihunuskan oleh Jokowi.
Kedua, Trisula sedang dihunuskan oleh Jokowi kepada kelompok umat Islam sendiri. Jokowi mengirimkan pesan agar semua pulang, kembali kerumah masing-masing. Pesan tak terucap adalah, umat Islam jangan demo lagi, biarkan Ahok diurus pemerintah dengan penegakan hukum. Sesuatu yang positif, namun sayangnya adalah matinya kepercayaan kepada Presiden atas kasus Ahok ini.
Penangkapan yang dilakukan kepada para aktifis dengan tuduhan makar adalah Sula tajam yang dihunuskan kepada umat, bahwa hal yang sama bisa dilakukan kepada siapa saja oleh rejim termasuk kepada umat Islam yang berunjuk rasa. Maka itu pulang dan kembalilah kerumah masing-masing, jangan demo lagi.
Ketiga, Trisula sedang dihunuskan kepada kelompok aktifis yang kerap mengumandangkan kritik keras kepada rejim Jokowi. Memangnya Polri akan menangkap putri Proklamator Rachmawati Soekarno Putri dan Purnawiran TNI itu tanpa restu dari kekuasaan? Polri hanya eksekutor, tapi kebijakan itu patut diduga bersumber dari kekuasaan. Pesan keras sedang dikirimkan Presiden Jokowi kepada para kelompok aktifis agar tidak mengganggu kekuasaannya. Bahkan dengan alasan cinta negarapun, tidak boleh mengkritik rejim ini apalagi bicara lengserkan kekuasaan.
Itulah aksi selancar Jokowi atas aksi 212, cerdas, cerdik dan bahkan kategori licik. Presiden masuk menusuk pikiran Ahok dan kelompok pendukungnya, Presiden juga masuk menusuk psikologi massa umat doa dan zikir, serta Presiden masuk menusuk menekan syaraf aktifis dan mencoba melumpuhkan urat-urat perlawanan.
Sementara itu, aksi 412 yang sedang digalang kelompok pendukung Ahok dan rencananya akan dihadiri oleh Presiden, akan dijadikan sebagai simbol presiden memegang tongkat Trisula. "Presiden harus tetap merawat hubungan dengan kelompok ini. Sebab bila ternyata kekuatan umat Islam kemudian kalah, maka Presiden pun tentu tidak mau kehilangan teman yang mana artinya kehilangan teman itu maka potensi juga membuat presiden kehilangan kekuasaan," ungkapnya.
"Kondisi makin rumit, dan kedepan akan semakin tidak menentu akibat sikap yang tidak menentu dari Pemerintah. Tanpa ketegasan sikap Presiden maka nasib bangsalah yang sedang dipertaruhkan. Semoga para negarawan bersama TNI segera menyudahi ketidakpastian ini. Nasib bangsa diatas segalanya, jangan kita biarkan bangsa ini terpecah karena ketidaktegasan dan ketidakpastian sikap berpihak pada bangsa," pungkasnya(fh/bh/mnd) |