JAKARTA, Berita HUKUM - Kabar gembira datang dari International Filmmaker Festival of World Cinema London, di mana film Indonesia I'M Star meraih 3 nominasi dalam kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik untuk Damien Dematra, dan Skenario Terbaik untuk Damien Dematra. Film ini akan bersaing dengan film-film lainnya dari 5 benua untuk merebut posisi tertinggi.
Menurut email Roy Abbot dari World Cinema London, film I'M Star akan ditayangkan di festival bergengsi yang sudah berlangsung selama 7 tahun ini, yang akan berlangsung dari tanggal 22-27 Februari 2015. Diharapkan sutradara Damien Dematra dapat memberikan workshop untuk para sineas mancanegara dalam event yang akan diadakan di kompleks terkenal West Ham United tepatnya di West Ham Hotel & Conference Centre,
Penayangan I'M Star di London ini merupakan penayangan perdananya di negeri Ratu Elizabeth. I’M Star mengangkat kisah perjuangan remaja-remaja ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) agar dapat diterima masyarakat. Film yang mencampurbaurkan tawa, air mata dan ironi ini diangkat dari kisah nyata grup band I'M Star (Arya, Abhy, Shinta dan Ervitha) dan diperankan langsung oleh anak-anak penyandang autisme ini.
Sayangnya, kesempatan emas bagi para sineas Indonesia dan para pemain film I'M Star untuk tampil langsung di forum internasional dan mempromosikan Indonesia pada ratusan sineas mancanegara, yang akan hadir nanti, akan sulit terwujud karena keterbatasan dana. Padahal, peserta dari negara lain dapat hadir karena dukungan langsung dari pemerintah negaranya masing-masing. Dukungan bagi para sineas itu antara lain dengan pembiayaan tiket dan hotel. Bagi pemerintah Indonesia, nampaknya kebijakan pendanaan untuk film sering diselewengkan oleh oknum dengan membiayai perjalanan para kroni pejabat seperti yang terjadi dalam kasus festival film Berlin. Bahkan di negara Botswana di Afrika saja, sineas hanya membutuhkan 5-7 hari kerja untuk mengurus biaya perjalanan, di mana dana ditanggung pemerintah untuk hadir dalam festival manapun di dunia. Sungguh ironis. Semoga kehadiran Badan Ekonomi Kreatif di bawah pimpinan Triawan Munaf dapat mengangkat perfilman Indonesia ke tempat yang layak. Sungguh patut ditunggu.
I'M Star yang baru-baru ini diganjar Gold Award untuk kategori Feature Narrative dari California Film Awards, AS, sebelumnya telah meraih sederet prestasi. Di antaranya, pada tahun 2014 adalah Film Terbaik Grand Jury Award dari Colorado International Film Festival, Awards of Excellence dalam kategori film cerita panjang dan kategori pemeran wanita utama untuk Natasha Dematra, serta juga Awards of Merit dalam kategori penyutradaraan untuk Damien Dematra. Tiga penghargaan terakhir ini diperoleh dari Accolade Global Film Competition, California, USA. Raihan Gold Award juga diterima Natasha Dematra dalam kategori pemeran wanita utama dan Silver Award dalam kategori penyutradaraan untuk Damien Dematra dari International Independent Film Awards (IIFA) Los Angeles, USA. Personel grup band I'M STAR juga tampil di hadapan Ibu Negara 2004-2014, Ibu Ani Yudhoyono di Istana Negara dalam peringatan Hari Peduli Autis Sedunia 2014.
Di tahun 2013, I'M STAR meraih tiga penghargaan dari Indie Fest, USA, dalam kategori film cerita panjang terbaik, aktris terbaik (Natasha Dematra), dan penulis skenario terbaik (Damien Dematra). Di tanah air, I'M STAR terpilih sebagai salah satu film yang diputar dalam APEC Unthinkable Film Festival dan tayang bersama film-film lain dari negara-negara APEC.
SINOPSIS I'M STAR
Kehidupan Mella (Natasha Dematra), Ketua OSIS SMA yang gaul dan populer, yang mendadak berubah drastis ketika sekolahnya kedatangan murid-murid berkebutuhan khusus (diperankan langsung oleh anak-anak penyandang autis Arya, Abhy, Shinta, dan Ervitha). Mella mulai dihantui kenangan tentang adiknya yang diduga autis, yang meninggal dalam kecelakaan mobil, dan ia menjadi dekat dengan para remaja berkebutuhan khusus tersebut.
Kehadiran para remaja autis membuat canggung para guru yang tidak memiliki banyak pilihan karena adanya Peraturan Menteri, dan juga teman-teman Mella. Mama Mella (Anna Tarigan) dan papanya yang biasa hidup dalam rasa apatis pun menentang keras apa yang dilakukannya. Mella pun akhirnya berjuang sendiri membela apa yang dianggap masyarakat sebagai komunitas yang hidup dalam dunia mereka sendiri.
Karena sulit menunjukkan perasaan, para remaja berkebutuhan khusus pun berekspresi melalui musik. Melalui grup band yang dinamakan I’M STAR, dengan bantuan Mella, mereka pun menyatakan diri untuk satu tujuan yang sangat mendasar: sebuah penerimaan.
Berhasilkah para sahabat baru Mella? Akankah akhirnya Mella hanya berjuang sendirian? Sesulit itukah kita menerima mereka yang berbeda? Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, saksikanlah film yang ditunggu-tunggu ini.(bhc/rat)
|