JAKARTA, Berita HUKUM - Inspektur Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri memeriksa dua puluhan anak buah Komisaris Jenderal Budi Waseso. Mereka diperiksa atas aduan PT Maritim Timur Jaya, perusahaan tangkap dan pengelolaan ikan yang masih berkaitan dengan Tomy Winata.
Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan membenarkan hal tersebut. "Pemeriksaan masih berlanjut," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Total jenderal sudah ada 24 orang bekas anak buah Buwas yang diperiksa. Empat di antaranya sudah berstatus terperiksa atau sama dengan tersangka dalam perkara pidana.
Irwasum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno, yang menjadi penanggung jawab pemeriksaan, menguatkan keterangan rekannya. "Itu perintah Kapolri," kata Dwi, Kamis pekan lalu.
Pemeriksaan terhadap sekitar 20 anak buah Buwas ini bermula saat mereka menangani kasus suap petugas imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada September 2015. Saat itu Buwas masih duduk di kursi Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri.
Dalam kasus ini polisi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam perkara suap visa on arrival tersebut. Mereka adalah Harry Gandhi dan Lim Chandra Sutioso sebagai penyuap, Aris Setiawan yang merupakan petugas imigrasi.
Kemudian, Menny Setiawan dan Lin Wen Lu yang berasal dari PT Fujian Anda PT Fujian Anda Oceanic Fisheries. Fujian Anda merupakan rekanan PT Maritim.
Perusahaan yang berkantor pusat di Cina ini menyediakan anak buah kapal sekaligus membeli ikan tangkapan PT Maritim untuk dijual ke negara itu. Lin Wen Lu duduk sebagai Direktur Fujian Anda.
Polisi menyita seratusan paspor anak buah kapal yang bekerja di Tual. Menurut seorang penyidik, Paspor itu dititipkan Menny Setiawan, karyawan PT Fujian Anda, kepada Lim Chandra. Dengan paspor tersebut, Menny meminta Lim Chandra mengurus visa on arrival untuk mengakali izin tinggal anak buah kapal di Tual.
Ratusan anak buah kapal di Tual kala itu terkena dampak moratorium (penghentian sementara) operasi kapal ikan berbendera asing. Kebijakan itu dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada November 2014. Di masa moratorium, Fujian Anda seharusnya memulangkan semua kapal penangkap ikan plus awaknya ke Cina. "Karena biaya pemulangan besar, ABK asing ini disamarkan menjadi wisatawan atau pemilik visa kerja," kata seorang penyidik.
Kelima tersangka tersebut sudah divonis di pengadilan berbeda pada Februari kemarin. Rata-rata mereka dihukum satu sampai satu setengah tahun.
Saat pengusutan perkara ini Buwas memerintahkan anak buahnya untuk menggeledah kantor Fujian Anda di Tual, Maluku. Di sana, penyidik tidak langsung menemukan orang-orang yang mereka cari. Padahal, menurut Budi Waseso, sebelum berangkat, tim Bareskrim berkoordinasi dengan kepolisian setempat. "Polres memastikan orang-orang itu masih ada," ujar Buwas.
Tak menemukan orang yang dicari, penyidik Bareskrim menggeledah semua sudut kantor Fujian Anda dan PT Maritim Timur Jaya. Mes karyawan dan tempat menginap tamu dari Jakarta pun tak luput dari penyisiran. Demikian pula kapal-kapal ikan yang tertambat di sana. Setelah empat hari mengobok-obok Tual, penyidik memboyong pulang ratusan dokumen milik PT Maritim, dari izin penggunaan anak buah kapal asing sampai salinan dokumen kapal.
Pengacara Maritim Timur Jaya, Desrizal, mengatakan penggeledahan tersebut cacat administrasi. Menurut dia, ada banyak prosedur yang dilanggar oleh polisi. Misalnya, "Polisi hanya bisa menunjukan surat penyelidikan tapi menyita barang," kata Desrizal.
Makanya, kata Desrizal, mereka melaporkan hal tersebut ke Irwasum dan Divpropam. "Kami mencari keadilan," ujarnya.
Buwas yang sekarang duduk sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional, tak bisa terima bekas anak buahnya diperiksa karena tuduhan pelanggaran dalam menjalankan tugas.
"Penggeledahan di Tual atas perintah saya," ujar jenderal bintang tiga yang akrab dipanggil Buwas itu. Ia juga mempersoalkan langkah Divisi Propam dan Irwasum Polri yang hanya memeriksa barisan penyidik. "Seharusnya saya yang diperiksa."(Tempo/bh/sya) |