JAKARTA, Berita HUKUM - Gerindra meminta agar penegakkan hukum dilakukan secara tegas. Termasuk dalam ranah politik. Siapapun yang terbukti melakukan praktik korupsi sesuai hukum harus diusut. Bila hukum lemah, yang muncul justru praktik politik korup.
“Sistem hukum lemah sangat mendorong praktik politik yang cacat (deffective politics) dan korup. Pada akhirnya para koruptor bisa menjadi penguasa. Dengan posisi itulah, desain hukum kita direkayasa. Inilah yang saya sebut dengan demokrasi kriminal,” jelas Waketum Gerindra Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (4/2).
Maraknya praktik korupsi saat ini, lanjut Fadli, merupakan isyarat bahwa ada yang salah dengan demokrasi kita. Pertumbuhan demokrasi diiringi pertumbuhan praktik korupsi. Korupsi anggaran, proyek daerah, skandal bank, hingga makelar impor.
“Kesalahan utama karena memang desain politik kita dibentuk tanpa sistem hukum yang kuat. Akibatnya hukum tak berwibawa dan menjadi subordinasi politik. Demokrasi seolah nampak kuat, seperti ditunjukkan adanya pemilu langsung, pilkada, kebebasan media, dan partai politik, namun sejatinya supremasi hukum tak berjalan. Hasilnya, demokrasi kita tumbuh, tapi tak berkembang, malah cacat parah,” urainya.
Menurutnya juga, dengan akses terhadap sumber daya keuangannya, koruptor kemudian ikut berpolitik dan mengambil alih tongkat kuasa melalui pemilu. Sehingga ketika sudah berkuasa, korupsinya semakin hebat. Bahkan sistem hukumnya diperlemah untuk melanggengkan praktik korupsi.
“Terbentuklah rezim demokrasi kriminal dan ‘Republik Mafia.’ Pengadopsian Demokrasi liberal ala Barat berubah menjadi demokrasi kriminal. Sebab, sistem saat ini sangat kondusif bagi para penjahat untuk menjadi penguasa. Kolaborasi kekuatan uang dan popularitas menenggelamkan politisi yang benar-benar amanah dan punya kapasitas,” terangnya.
Sehingga wajar jika demokrasi sulit menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Fadli menegaskan, substansi demokrasi sudah dirampok para penjahat politik melalui praktek korupsinya. Akhirnya segelintir elit saja yang sejahtera, sementara rakyat terendam dalam kesengsaraan.
“Kita kini terjebak dalam suatu bentuk rezim demokrasi kriminal. Satu-satunya jalan adalah mengubah lapis kepemimpinan nasional: Revolusi dari Atas,” tuturnya.(fdz/bhc/sya) |