JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menilai Pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam menetapkan kebijakan soal larangan mudik lebaran dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Hal ini nampak sedari dengan mencuatnya pandangan berbeda, bahkan berseberangan antar beberapa pejabat pemerintah pusat serta berubah-ubahnya aturan mudik yang tengah mengemuka di ruang publik. Hardjuno mengatakan bahwa, silang pendapat antar pejabat pemerintah ini menunjukkan manajemen komunikasi pemerintah penanganan Covid-19 belum tertangani dengan baik, demikian kata Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center mengutarakan.
"Saya melihat, persoalan elementer saat ini, tidak konsistennya kebijakan satu sama lain. Inkonsistensi kebijakan menggambarkan buruknya koordinasi," ujar Hardjuno, disela Bakti Sosial (Baksos) di Tasikmalaya, Jawa Barat, . Minggu (10/5).
Adapun, turut hadir di acara Baksos tersebut Ketua Dewan Pembina HMS, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, Dewan Pembina Gerakan HMS Ibu Lily Wahid , Bendahara Umum HMS Center, Drs. Pambudi Pamungkas Karyo serta Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, Dr Ir D`Hiru, MMD, MM.
Lebih lanjut, sedari Baksos ini, HMS Center membagikan 3.500 paket Jamu Herbal Kenkona kepada warga terdampak Covid-19 di Tasikmalaya. "Saya kira, demi menekan persebaran virus corona ke daerah maka pemerintah harus bersikap tegas untuk melarang aktivitas mudik Lebaran. Jangan bersikap ambigu dan inkonsisten," tegasnya.
Sekedar informasi Baksos di Tasikmalaya ini adalah Baksos yang kesekian kali yang digelar HMS Center. Sebelumnya, HMS Center menggelar kegiatan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bogor, Tangerang dan Banten.
Sebelumnya diketahui, Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Kebijakan itu resmi diundangkan pada 23 April 2020 meliputi 28 pasal. Namun sayangnya, peraturan tersebut hanya seumur jagung. Beleid tersebut direvisi, yang isinya merelaksasi atau melonggarkan larangan mudik per 7 Mei 2020.
"Saya pastikan, pelonggaran semacam ini membuat makin masifnya persebaran virus corona ke daerah," cetusnya.
Karena itu, dia mendesak pemerintah harus confidence memberlakukan larangan mudik demi perlindungan terhadap warga secara keseluruhan.
"Jika virus corona sampai menyebar ke daerah-daerah secara masif hanya harga yang harus dibayar bangsa ini sangat besar sekali," terangnya.
Hardjuno juga berharap pemerintah Indonesia segera memperbaiki koordinasi lintas sektoral yang sangat buruk. Hal ini disebabkan manajemen pengelolaan mudik tidak berbasis data yang akurat. Akibatnya, terjadi tumpang tindih kebijakan antar instansi terkait.
Kondisi ini jelas Hardjuno bisa menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Pada tataran paling ekstrem, lanjutnya rangkaian inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidakpercayaan sosial.
Karena itu, dia meminta pemerintah menata ulang manajemen dan strategi komunikasi penangan Covid-19 ke depan, yang belum berbatas waktu kapan berakhir.
"Jika tidak, bisa menimbulkan ketidakpastian di tengah masyarakat dan berpotensi "digoreng" oleh aktor tertentu yang dapat menimbulkan berbagai persepsi liar di ruang publik," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, D'Hiru mengatakan sejak diberlakukannya kebijakan mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta maupun kota lainnya, membuat perekonomian berbagai bidang industri menjadi surut.
Menurutnya, pandemik COVID-19 tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
Akibat adanya penurunan ekonomi tersebut, masyarakat berekonomi lemah semakin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
"Karena itulah, HMS Center terus hadir di tengah masyarakat. HMS Center berikhtiar untuk terus membantu masyarakat dan demi kemaslahatan umat," tandasnya.(bh/mnd) |