JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, prihatin dan menolak penghentian bantuan sosial tunai bagi masyarakat terdampak covid-19 oleh Kementerian Sosial, dengan alasan tidak tersedianya anggaran. Pasalnya, sepanjang tahun 2021 ada anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang malah meningkat mencapai Rp 700 Triliun di mana Rp 125 Triliun di antaranya diperuntukkan untuk modal BUMN dan penempatan dana di perbankan. Hidayat meminta Menteri Sosial tidak berkilah dengan dalih ketiadaan anggaran, karena faktanya APBN ada dan anggaran bisa melimpah seperti untuk pemulihan ekonomi.
"Mestinya Mensos maksimalkan "jurus blusukan" ke Menkeu dan kalau perlu ke Presiden Jokowi, agar bisa mempertahankan program bantuan sosial tunai tersebut, jangan malah mengesankan pasrah dan nrimo saja dan diekspresikan ke publik pula. Padahal melanjutkan program bantuan sosial tunai juga bisa menjadi bagian dari meningkatkan daya beli dan kesejahteraan Rakyat, dan itu berdampak pada pemulihan ekonomi dan sosial juga," demikian disampaikan Hidayat dalam keterangan tertulis di Jakarta Jumat (2/4) lalu.
HNW sapaan akrab Hidayat mencatat, sepanjang tahun 2021 ini Kementerian Sosial sudah menghapus dua program kerakyatan dengan alasan yang sama. Yaitu, ketiadaan anggaran, yakni program santunan untuk keluarga korban meninggal akibat covid-19, dan kini bantuan sosial tunai. Ironisnya di saat yang sama, Pemerintah justru meningkatkan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional hampir sebesar Rp 300 Triliun, dan sekalipun covid-19 belum melandai dan kondisi ekonomi yang sulit, Pemerintah malah merencanakan peletakan batu pertama pembangunan Ibu Kota Negara baru. Belum lagi suntikan bantuan ke Asuransi Jiwasraya hingga Rp 20 T sekalipun asurasi tersebut kolaps akibat korupsi, serta nilai penanaman modal dan penempatan dana oleh APBN kepada BUMN yang mencapai Rp 125 Triliun, padahal BUMN seharusnya meningkatkan pendapatan negara bukan justru menghabiskan APBN. Berbagai kondisi ini menunjukkan adanya ketersediaan anggaran.
"Menteri Sosial seharusnya punya daya juang dan memaksimalkan kemampuan "blusukan"nya untuk membela Rakyat sesuai dengan prinsip yang selalu digaungkan Presiden Jokowi: Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi," ujarnya.
Dengan demikian Kemensos selayaknya melanjutkan program bantuan sosial tunai yang masih diperlukan oleh masyarakat, syukur-syukur kalau bisa meningkatkan anggaran perlindungan sosial. Alih-alih melanjutkan bantuan sosial tunai, Mensos malah mengagetkan publik dengan kembali "nrimo" mengumumkan penghentian program bantuan sosial tunai untuk Rakyat, tanpa membahasnya dengan DPR. Sekalipun masih membuka ruang pengecualian untuk bantuan melalui BPNT dalam bentuk non tunai, yang dikhawatirkan justru akan mengulangi kasus korupsi seperti yang terjadi dengan Mensos sebelumnya.
Apalagi, Anggota Komisi VIII DPR RI, ini mendapatkan fakta data, berdasarkan rilis BPS Februari 2021 menunjukkan justru telah terjadi peningkatan penduduk miskin sebanyak 2,76 juta jiwa. Oleh karena itu, sudah seharusnya berbagai program perlindungan dan bantuan sosial dilanjutkan agar dapat memperbaiki indikator-indikator yang memburuk tersebut, tidak malah dihapuskan. Apalagi, Pemerintah selalu membanggakan bahwa perlindungan sosial mampu menahan semakin banyak orang jatuh miskin. Maka ketika fakta dan data jumlah kemiskinan akibat covid-19 di tahun 2021 masih bertambah tinggi, mestinya program bantuan sosial tunai itu dilanjutkan, untuk menahan agar jangan makin banyak orang Indonesia terdampak covid-19 yang jatuh menjadi miskin. Bukan malah menghapuskannya.
"Penting Bu Risma untuk mencabut keputusan sepihaknya itu, dan memaksimalkan kemampuan blusukannya ke Menkeu untuk mendapatkan keadilan anggaran guna melanjutkan program bantuan sosial tunai kepada Rakyat Indonesia korban covid-19," pungkas HNW.(MPR/bh/sya) |