JAKARTA, Berita HUKUM - Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) resmi ditahan pihak kepolisian, di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya, Minggu (13/12).
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) ini ditahan usai menjalani pemeriksaan selama sekitar 12 jam sebagai tersangka kasus dugaan pelanggar protokol kesehatan Covid-19, di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ia menjalani proses pemeriksaan, Sabtu (12/12) mulai pukul 11.00 WIB sampai pukul 22.30 WIB. Dalam pemeriksaan itu HRS ditanya dengan 84 pertanyaan.
"Tersangka MRS (Habib Rizieq Shihab) kita tahan mulai tanggal 12 Desember 2020, (hingga) 20 hari ke depan. Jadi sampai tanggal 31 Desember 2020," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Minggu (13/12).
Argo menjelaskan, penahanan dilakukan atas rekomendasi penyidik yang menangani kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada kegiatan di Tebet Jakarta Selatan, dan Petamburan Jakarta Pusat, yang menimbulkan kerumunan massa.
"Alasan obyektif karena ada ancaman pidana di atas lima tahun, dan alasan subyektif agar tersangka tidak melarikan diri, tersangka tidak menghilangkan barang bukti, dan yang ketiga tidak mengulangi perbuatannya. Dan untuk mempermudah proses penyidikan," ujar Argo.
Seperti diketahui, HRS mendatangi Polda Metro Jaya Sabtu (12/12) bersama dengan tim kuasa hukumnya pasca penetapan status dirinya sebagai tersangka oleh pihak kepolisian, Kamis (10/12). HRS dijerat Pasal 160 KUHP dan 216 KUHP dan UU Kekarantinaan.
Dari informasi yang didapat, HRS terlihat keluar dari ruang pemeriksaan Ditreskrimum PMJ sekitar pukul 00.20 WIB. Ia keluar dari ruangan dengan mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye dan tangan terikat borgol dari plastik /cable ties besar. HRS kemudian langsung menaiki mobil tahanan yang sudah disiagakan tanpa mengeluarkan pernyataan apa pun. HRS yang digiring aparat hanya terlihat mengangkat kedua tangannya yang diborgol terikat cable ties dengan kedua jari jempolnya menunjuk seperti isyarat 'bagus'.
Sebagaimana diketahui, Pada 2016 lalu Rizieq menjadi tokoh utama gerakan 212. Unjuk rasa yang mendesak pemerintah memenjarakan mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang akhirnya mendekam selama dua tahun atas tuduhan menistakan agama Islam.
Gerakan 212 menjadi unjuk rasa terbesar dalam sejarah di Indonesia dengan jutaan ummat turun kejalan. Gerakan ini disebut memicu kekhawatiran politik identitas di Indonesia. Reuters menyebut Jokowi menilai unjuk rasa itu salah satu ancaman terbesar terhadap pemerintahannya.
Ketika Habib Rizieq pulang ke Indonesia ia bertemu dengan puluhan ribu pendukungnya. Hingga Habib Rizieq juga dikenakan sanksi oleh pemerintah karena melanggar Prokes dan sudah membayar denda sebesar Rp. 50 juta. Karena dituding melanggar protokol Covid-19, polisi dua kali memanggil Rizieq. Ia mengabaikan panggilan tersebut hingga pada Senin (6/12) enam anggota FPI dilaporkan tewas tertembak.
Kegiatan itu menimbulkan kerumunan dengan jumlah massa yang masif. Massa sampai menutup Jalan KS Tubun, Jakarta Pusat, saat itu.
Sementara, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap penegakan hukum di Indonesia ditegakkan secara adil. Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengapresiasi Habib Rizieq yang datang ke Polda Metro usai ditetapkan tersangka. Dia meminta 5 tersangka lain untuk melakukan hal serupa yakni menyerahkan diri ke polisi.
"Tapi saya benar-benar berharap hukum benar-benar ditegakkan secara adil. Tidak ada diskriminasi dan tidak ada pengecualian," kata Anwar Abbas, yang juga menjabat Ketua PP Muhammadiyah kepada wartawan, Sabtu (12/12).
Kemudian Anwar Abbas menyinggung terkait sejumlah kerumunan yang terjadi selama Pilkada Serentak 2020 berlangsung hingga ribuan petugas KPPS diketahui reaktif COVID-19. Dia meminta agar penegak hukum juga mengusut hal tersebut.
"Kalau kita betul-betul negara hukum, maka kita harus berani membandingkan antara korban Covid yang timbul karena akibat dari acara Habib Rizieq dengan acara dari pilkada," ujarnya.
Sebagai anak bangsa, Anwar Abbas mengaku rindu akan negeri yang benar-benar mampu menegakkan keadilan. Dia menyebut tak hanya ingin Indonesia menjadi negara yang maju, tapi rakyatnya juga harus hidup aman, tentram, dan damai.
"Kita tidak hanya ingin menjadi negeri yang maju. Tapi kita juga ingin rakyatnya hidup dengan aman, tentram, damai dan bahagia karena hukum dan keadilan benar-benar tegak dengan sebaik-baiknya," katanya.(lp/ks/dtk/bh/amp) |