SAMARINDA, Berita HUKUM - Sidang Pengadilan Negeri (PN) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) pada Rabu (18/1) suasananya tiba - tiba menjadi gaduh, belasan orang dengan keras meneriaki Majelis Hakim yang baru saja mengetuk palu membebaskan terdakwa Alexander Agustinus Rottie (44) pengurus salah satu Gereja di Samarinda yang didudukan menjadi terdakwa terkait kasus Pencabulan.
Mereka dengan suara lantang bersama sama mengatakan, jangan sampai lolos pelaku pencabulan, mereka juga bersama sama menemui Ketua PN Samarinda yang berada di depan ruang sidang, mereka mengatakan kita jadikan apa hukum di negara ini, kasus cabul di vonis bebas, teriak salah seorang keluarga korban.
"Pak hakim mau jadikan apa hukum di negara kita ini, pelaku cabul di hukum bebas," ujar salah seorang keluarga korban kepada Ketua PN Samarinda, Kamis (19/1).
Sebelumnya, terdakwa Alexsandre Agustinus Rottie yang di dampingi Penasihat Hukumnya tersebut oleh JPU Agus Supriyanto, SH dari Kejaksaan Negeri Samarinda menunturkan bahwa, terdakwa Alexsandre Agustinus Rottie, warga Jl. DI Panjaitan, Perum Sejahtera Permai Blok C No 74 Kelurahan Gunung Lingai, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda telah melakukan pencabulan persetubuhan terhadap anak dibawah umur inisial NNS (16) yang masih duduk di bangku SMA Kelas I, yang berdasarkan Hasil Visum et Repertum No 095/KTA/VI/2016 tanggal 14 Juni 2016 ditemukan adanya robekan pada selaput dara korban, sehingga terdakwa Alexsandre di tuntut selama 13 tahun penjara.
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi sidang, terjadi gaduh dan keributan sudah dimulai sejak Majelis Hakim yang diketuai Hendry Dunant membacakan amar putusan, beberapa kali keluarga Nona berteriak tanda tak setuju dengan pertimbangan hakim. Sementara, terdakwa Alexander dan pengacara tampak tegang melihat tetiakan teriakan dari pengunjung yang tak lain adalah keluarga korban pencabulan NNS.
Majelis hakim dalam amar putusannya mengatakan bahwa, baik dakwaan utama maupun kedua yang diajukan JPU tak memenuhi unsur bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan, membebaskan terdakwa dari semua tuntutan, jelas Majelis hakim dalam amar putusannya.
Usai sidang Pengacara terdakwa Yohanes Kunto Wibisono, SH dikonfirmasi pewarta mengatakan, bukti yang dihadirkan pun tidak memenuhi unsur, salah satunya saksi Hendry yang dihadirkan sebagai saksi. Sebelumnya NNS selaku korban menyebutkan usai disetubuhi terdakwa, terdapat bercak darah di seprai tempat tidur dan celana dalam korban. Namun, kesaksian itu dibantah oleh saksi Meity Landemeyke yang merupakan istri terdakwa Alexander.
"Saksi Meity tak menemukan bercak darah saat mencuci seprai tempat tidur korban, seprai yang dimaksud tak dihadirkan JPU selama proses persidangan," ujar Kunto.
Kesaksian korban NNS yang menyebut kejadian yang menimpa dirinya itu terjadi sekitar Februari 2016, saat Meity istri terdakwa sedang tugas keluar kota lagi-lagi terbantahkan oleh Meity dalam persidangan mengaku bahwa, pada waktu tersebut dirinya tak pernah tugas keluar kota, terang Kunto dalam Eksepsinya.
Saksi korban juga menuturkan terdakwa Alexander masuk ke kamarnya menggunakan kunci cadangan, namun Meity kembali mematahkan kesaksian tersebut, kunci kamar korban sudah lama dipegang korban itu sendiri.
Pada Desember 2015 lalu NNS memberitahu beberapa teman dekatnya bahwa Alexander beberapa kali meraba-raba dirinya dan menunjukkan pesan SMS yang berisi kata rayuan, namun, saat diperiksa dalam sidang, para saksi tersebut tak bisa menunjukkan apakah pesan tersebut berasal dari terdakwa atau tidak, tutur Kunto.
"Dengan putusan bebas terhadap klien kami, maka hakim dengan teliti menilai dakwaan jaksa penutup umum dan semua keterangan saksi dan korban dengan seksama, JPU melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan bebas tersebut, maka saya juga akan mengajukan Kontra Memo Kasasi," ujar Pengacara Kunto.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum Agus Supriyanto mengatakan, akan melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), hal ini wajib agar terpenuhi rasa keadilan dari pihak korban, tegas Agus.(bh/gaj) |