Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Pol-Tracking Institute
Hanta Yudha: Parpol Masih Terjebak Popularitas dan Kapital
Saturday 27 Apr 2013 17:47:15
 

Hanta Yuda AR, Executive Director of PolTracking Institute.(Foto: BeritaHUKUM.com/mdb)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Dalam menghadapi Pemilu, Partai politik dinilai masih terjebak pada kapital dan popularitas, kususnya pemilu legislatif 2014. Parpol harus mengubah kondisi tersebut agar para politisinya tidak kembali terjebak kepada tindak pidana korupsi maupun penyimpangan lainnya.

"Partai saat ini terjebak popularitas dan kapital," kata Hanta Yudha, peneliti senior Pol-Tracking Institute, saat diskusi Marketing Politik dan Biaya Politik Haruskah Mahal? yang digelar Cides Indonesia di Gedung The Habibie Center, Jakarta, Sabtu (27/4).

Hanta mengatakan, biaya politik untuk Pemilu 2014 diperkirakan masih akan sangat tinggi. Pasalnya, tidak ada pengaturan yang ketat terkait sumbangan untuk parpol. Meski diatur nominal sumbangan dari perseorangan maupun badan usaha, itu masih dapat disiasati dengan memanipulasi identitas penyumbang, apalagi saat ini sama sekali belum ada aturan pembatasan pengeluaran dana kampanye.

Hanta menambahkan, transaksi pemilu sudah dimulai dari proses rekrutmen bakal calon legislatif oleh parpol. Transaksi selanjutnya antara bakal caleg dan pemilih yang belum menentukan pilihan. Terakhir, kata dia, antara kandidat dan penyelenggara pemilu.

Masalah paling penting, tambah Hanta, pada proses rekrutmen bakal caleg. Mereka yang dipilih masih ada yang tidak berkualitas. Parpol masih saja mengusung bakal caleg berdasarkan popularitas seperti dari kalangan artis. Dalam menghadapi persaingan, bakal caleg tidak populer memilih jalan pintas dengan menggelontorkan uang.

"Biasanya yang kalah sebelum berperang pilih uang. Tapi, tidak semua yang punya uang lolos. Artis di pemilu lalu ada 60-an, yang lolos cuma 16 orang. Jadi, mereka terjebak popularitas sama uang," ujar Hanta.

Sebenarnya, lanjut Hanta, ada 4 faktor yang membuat suatu calon menang. Yaitu magnet elektoral dan strategi marketing, ketepatan membaca keinginan rakyat, mesin politik, dan terakhir adalah logistik atau uang. Uang hanya pelengkap dari proses pemilihan dari tiga faktor penting sebelumnya.

Menurut Konsultan PR yang merupakan mantan staf ahli Presiden Gus Dur, Silih Agung Wasesa, 75% hal yang dilakukan calon untuk mendapatkan suara rakyat pada saat kampanye adalah sia-sia. Misalnya bilboard, spanduk hingga iklan di media massa.

"Kegagalan itu karena calon tersebut memaksa kita untuk menyukai tanpa ada sentuhan langsung dengan pemilih. Mereka lebih menyukai cara instan dengan mengunakan uang, dibandingkan berinteraksi langsung dengan rakyat," ujarnya, seperti dikutip dari metrotvnews.com

Sementara itu, Direktur Sumber Daya Dompet Dhuafa, Arifin Purwakananta, mengatakan gaya kampanye calon adalah hanya menjual kecantikan melalui marketing, bukan menjual gagasan dan perubahan.

"Banner sekota dipenuhi wajah dengan harapan popularitas naik sehingga dipilih. Padahal publik jenuh lihat wajah. Orang nunggu gagasan, bukan wajahnya," ujarnya.

Dikatakan, gaya seperti itu harus diubah, dari marketing menjadi fundrising. Yaitu dari mengeluarkan uang untuk memoles diri agar dipilih, menjadi memoleh gagasan dan ide sehingga masyarakat akan memberi apapun agar orang dan gagasan itu terpilih.

"Calon harus memiliki gagasan, menawarkan, dan memimpikan gagasan, konstituen ikut dalam gerakan," ujarnya.(dbs/bhc/opn)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

Kasus Ammar Zoni Diduga Ada Kerjasama Petugas Rutan, Komisi XIII DPR: Yang Terbukti Terlibat Bila Perlu Dipecat !

Digandeng Polri, Ribuan Ojol Deklarasi Jadi Mitra Jaga Kamtibmas di Monas

 

ads2

  Berita Terkini
 
Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

Viral Konten Dedi Mulyadi soal Sumber Air Aqua, Ini Klarifikasi AQUA

Kasus Ammar Zoni Diduga Ada Kerjasama Petugas Rutan, Komisi XIII DPR: Yang Terbukti Terlibat Bila Perlu Dipecat !

Mahfud MD Heran Diminta KPK Laporkan Dugaan Mark Up Proyek Whoosh: Agak Aneh Ini

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2