JAYAPURA, Berita HUKUM - Buntut tindakan rasisme yang menimpa mahasiswa asal Papua dan Papua Barat di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di Surabaya, menimbulkan gejolak stabilitas keamanan lalu menjadikan banyak mahasiswa Papua dan Papua Barat yang mengenyam pendidikan di luar Papua, kembali ke daerah asalnya masing-masing.
Sehingga hal tersebut menuai banyak sorotan berbagai pihak, diantaranya dari Tokoh Papua.
Ketua Forum Pembauran Kebangsaan Provinsi Papua, Malaikat Alfius Tabuni, menegaskan bahwa pihaknya berharap pada mahasiswa dari wilayah Papua untuk dapat kembali ke daerah tempat melangsungkan proses studi maupun perkuliahan selama ini.
"Harapan kami sebagai orang tua, kami sebagai Ketua mewakili seluruh orang tua di 29 kabupaten/kota, bahwa pendidikan itu penting, pendidikan itu hak setiap orang di seluruh dunia. Itu hak dasar," ujarnya kepada wartawan di Jayapura, kemarin.
Oleh karena itu, dia mengimbau berbagai elemen masyarakat, baik itu tokoh agama, tokoh adat untuk tetap menyerukan kedamaian dimana pun berada.
"Mari kita melakukan kedamaian, supaya tidak terjadi berkepanjangan konflik yang bersifat horizontal," jelasnya.
Dia juga meminta kepada pemimpin bangsa agar memperhatikan pembauran tenaga kerja dari berbagai provinsi di Indonesia yang bekerja di berbagai institusi pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di seluruh Indonesia.
"Kami minta Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia, kedepan semua putera puteri anak bangsa harus ada di semua departemen yang ada di Republik Indonesia, sehingga ada pembauran. Sehingga Papua itu ada terwakili," tuturnya.
"Harapan kami anak-anak kami yang lulus studi tidak fokus kerja di Papua, tapi mereka adalah aset bangsa seluruh Indonesia," sambungnya.
Sikapi Pemindahan Ibukota
Ia juga menyoroti rencana pemindahan Ibukota yang mengemuka akhir-akhir ini. Dikatakan, bahwa beberapa waktu yang lalu ada sekelompok orang menuju ke Istana Presiden RI di Jakarta, dengan mengatasnamakan kepala suku, raja orang Papua, dan membawa aspirasi untuk Presiden Jokowi dapat membangun istana negara di Provinsi Papua.
"Kami di Papua itu lima wilayah adat, ada Lapago, Mepago, Tabi, Saireri, dan Animha. Sehingga bila berbicara Papua, maka lima wilayah adat itu harus duduk hadir bersama-sama, menyampaikan tentang kebenaran-kebenaran yang terjadi saat ini untuk Indonesia," tegasnya.
"Jadi bukan segelintir orang mengatasnamakan kepala suku, mengatasnamakan raja orang Papua, lalu melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia di Istana Negara," lanjutnya.(bh/mos) |