JAKARTA, Berita HUKUM - Hasil dari pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Provinsi Maluku putaran kedua yang dimenangkan oleh pasangan calon nomor urut 5, Said Assagaf-Zeth Sahuburua (Setia), digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/1). Pemohon perkara ini adalah Abdullah Vanath-Marthin Jonas Maspaitella (pasangan calon nomor urut 3) dan William B. Noya-Adam Latuconsina (bakal pasangan calon) dalam perkara nomor 4-5/PHPU.D-XII/2014.
Dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Provinsi Maluku yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva, pasangan Abdullah Vanath-Marthin Jonas Maspaitella melalui kuasa hukumnya, Anthoni Hatane, mendalilkan bahwa kemenangan yang diraih pasangan Setia dalam Pemilukada Maluku dihasilkan dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku dan jajaran di bawahnya.
“Pelanggaran-pelanggaran atau kecurangan yang dilakukan Termohon, dapat Pemohon uraikan secara rinci yang dimulai dari petugas KPPS pada TPS, petugas TPS, petugas PPK, ketua dan anggota kabupaten/kota, sampai pada rapat pleno tingkat provinsi,” ujar Anthoni.
Menurut Anthoni dalam keterangannya di MK, ada penggelembungan suara Setia dan mengurangi suara Pemohon yang populer disebut sebagai pasangan Damai. “Pelanggaran-pelanggaran dan/atau kecurangan yang terjadi di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, di sini kami menguraikan bahwa ada penambahan 1.096 suara kepada Pihak Terkait, Yang Mulia. Dan itu dilakukan oleh Pihak Termohon,” kata Anthoni.
Selain itu, Pemohon juga menuding KPU Maluku telah menggelembungkan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menguntungkan pasangan nomor 5. Anthoni mengatakan, pelanggaran dan/atau kecurangan itu terjadi di Kabupaten Seram bagian timur. “Intinya dimana Termohon menetapkan DPT-nya adalah 6.182 pemilih. Padahal sesuai data kependudukan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, ternyata pemilih berumur 17 tahun yang lahir pada bulan Juni 1996 yang sudah menikah yang hak pilihnya pada Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku adalah berjumlah 4.829,“ ujar Anthoni.
Selain penggelembungan suara dan penambahan DPT, Pemohon juga mendalilkan pelanggaran atau kecurangan lainnya, yaitu adanya pencoblosan sejumlah surat suara yang dilakukan oleh penyelenggara di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). ”Di TPS Pohon Batu itu, TPS 3 Dusun Hotejaya itu, pelanggaran oleh perangkat pemerintah desa yang melakukan pencoblosan dan bekerja sama dengan Pihak Termohon, dalam hal ini perangkat di bawahnya, untuk mencoblos 176 surat suara,” lanjut Anthoni. Menurut Anthoni, surat suara itu dicoblos untuk pasangan calon nomor urut 5. “Di TPS Desa Lena juga ada terjadi surat suara yang dicoblos kepada Pasangan Calon Nomor Urut 5 oleh penyelenggara,” tukasnya.
Menurut Anthoni, pelanggaran atau kecurangan yang dilakukan oleh KPU juga terjadi pada saat rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat Kabupaten Maluku, di mana Saksi mandat Pemohon yang hadir dalam rapat pleno rekapitulasi tidak diberikan kesempatan secara baik atau berimbang untuk menyampaikan keberatan atau koreksi-koreksi terhadap angka-angka dan hasil prosedur-prosedur yang memang ditemukan di tingkat bawah. Anthoni mengatakan, pelanggaran-pelanggaran serupa juga terjadi di sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Maluku.
Berdasar argumentasi tersebut, pasangan Abdullah Vanath-Marthin Jonas Maspaitella meminta kepada MK untuk menyatakan keputusan KPU Provinsi Maluku Nomor 339/Kpts/KPU-Prov-028/12/2013 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara, dan Keputusan Nomor 740/Kpts/KPU-Prov-028/12/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku periode 2013-2018 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta kepada MK untuk menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang benar bagi Pemohon adalah sebesar 383.705 suara, sedangkan Pihak Terkait mendapat 381.609 suara. Pemohon juga menuntut setidaknya memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang.
Sementara dalam perkara 5/PHPU.D-XII/2014, yang diajukan oleh bakal pasangan calon William B. Noya-Adam Latuconsina, Pemohon menilai Pemilukada Provinsi Maluku dan hasilnya tidak sah, karena ada putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makasar, mengenai status William B. Noya-Adam Latuconsina dalam Pemilukada Provinsi Maluku.
Menurut Pemohon melaui kuasa hukumnya, M. Rullyandi, pada 6 Desember 2013, PTUN Ambon telah menjatuhkan putusan 05/G/2013/PTUN.ABN, yang isinya membatalkan Keputusan KPU Maluku tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku, namun KPU Maluku tetap melaksanakan Pemilukada Maluku putaran kedua pada 14 Desember 2013.
Dengan argumentasi itu, bakal pasangan calon William B. Noya-Adam Latuconsina, yang juga menjadi Pemohon perkara 93/PHPU.D-XI/2013, meminta kepada MK untuk membatalkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan pasangan calon terpilih Pemilukada Provinsi Maluku, serta memerintahkan KPU Provinsi Maluku untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dengan mengikutsertakan Pemohon sebagai pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Maluku periode 2013-2018.(ilh/mk/bhc/rby) |