SAMARINDA, Berita HUKUM - Hongkun Otoh, SH. MH sebelumnya sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Samarinda akhirnya dilantik menjadi Ketua Pengadilan Negeri/Tindak Pidana Korupsi dan PHI Kota Samarinda pada, Jumat (14/6), menggantikan Abdul Halim Amran, SH yang dimutasi sebagai Hakim Pengadilan Tinggi di Makassar.
Pelantikan Hongkun Otoh, SH. MH, Pria asli Dayak adalah kelahiran di desa Umaq Dian kecamatan Tabang, kabupayen Kukar 51 tahun lalu, yang memulai tugasnya di tahun 1992 menjadi CPNS di PN Samaribda dan menjadi PNS di tahun 1994 serta karirnya menjadi hakim pada tahun 1996 lalu di PN Tanjung Redeb tersebut kini dilantik menjadi Ketua PN Samarinda oleh Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim Sutoyo, acara bertempat di ruang sidang utama di gedung Pengadilan Tinggi Kaltim yang beralamat di Jalan M Yamin Samarinda, Kalumantan Timur.
Sebelum menjadi Ketua Pengadilan Negeri Samarinda tersebut Hongkun Otoh, yang juga pernah menjadi hakim maupun wakil Ketua Pengadilan maupun Ketua Pengadilan di berbagai kota di Indonesia, seperti pada tahun 2001 menjadi hakim Pengadilan Negeri Tarakan, pada tahun 2005 menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Blora, tahun 2008 menjadi hakim Pengadilan Negeri Malang.
Karirnya terus mulai naik kembali menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Selor di tahun 2010, selanjutnya menjadi Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Selor di tahun 2011, pada tahun 2012, kembali menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Samarinda Kalimantan Timur, selanjutnya pada tahun 2006 Ia dimutasi menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Maros Sulawesi Selatan, tahun 2016 dilantik menjadi Ketua Pengadilan Negeri Maros, selanjutnya pada tahun 2018 kembali ke kota Samarinda menjadi Wakil Ketua PN/Tipikor Samarinda dan akhirnya kini dilantik menjadi ketua PN/Tipikor/PHI Samarinda pada Jumat 14 Juni 2019.
Usai acara pelantikan Hongkun Otoh, menanggapi atau adanya keluhan yang sampai ke telinganya terkait lambannya memperoleh salinan putusan Pengadilan, dikatakan bahwa sudah diatur, Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak paling lambat 14 hari sejak putusan dibacakan. Salinan perkara pidana, terkecuali kepada terdakwa, salinan harus segera dikirimkan ke penyidik dan penuntut umum setelah putusan dibacakan.
Hanya saja, jumlah sumberdaya manusia dan perkara yang masuk tak berbanding lurus. Jumlah perkara yang ditangani Pengadilan mencapai ribuan per tahun, di dominasi perkara narkoba untuk pidana umum, terang Hongkun.
"Ibarat satu perkara baru kita putus, ada 10 perkara masuk, sementara, tenaga hakim hanya 26 dan panitera pengganti hanya 11. Idealnya, panitera pengganti harus lebih banyak ketimbang hakim. Ini, belum ditambah harus memfasilitasi pengadilan tindak pidana korupsi dan perselisihan hubungan industrial", ujar Hongkun Otoh, Jumat (14/6).
Masalah lainnya, yang rencana akan dia benahi yakni jam persidangan yang molor dan penguatan pelayanan berbasiskan teknologi. Penguatan ini, sudah ia gagas bersama Ketua Pengadilan Negeri Samarinda sebelumnnya, Abdul Halim Amran yang kini dimutasi sebagai Hakim Pengadilan Tinggi di Makassar tersebut.
Salah satu yang diperkuat yakni sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) yang sudah dimiliki. "Kecepatan dan ketetapan menjalankan pekerjaan rutin yang harus dipacu," pungkas Honkun Otoh.(bh/gaj) |