JAKARTA, Berita HUKUM - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data kejahatan dalam sektor Korporasi di bidang kehutanan, dimana sebagai subjek pidana sejak dahulu sebenarnya telah ada aturan pada tahun 1951 sebagai hukum positif Indonesia.
Kejahatan korporasi sejauh ini tidak dapat menjerat pengurus korporasi sebuah perusahaan sebagai pelaku pidana, hanya sebagaian kecil dari berbagai kasus besar yang berhasil menjerat korporasi.
"kejahatan kehutanan yang paling tinggi adalah operator lapangan, ada 37 kasus, sementara untuk level direktur sekitar 20 orang, yang berhasil diseret kemeja hijau," ujar Lalola Ester, Devisi hukum dan peradilan ICW Minggu (27/10).
Sedangkan banyak di pidana adalah orang-orang yang tertangkap tangan dilokasi hutan, seperti tukang senso dan kuli angkut kayu. Untuk di tingkat Provinsi yang paling banyak kejahatan dibidang kehutanan adalah di Propinsi Jambi. Dengan Kabupaten Sorulangun, Kabupataen Ketapang, Kabupaten Muaro Jambi dengan total 42 kasus.
Dari 124 kasus kejahatan di sektor kehutanan, yang datanya dihimpun ICW dari tahun 2001-2012, nilai kerugian negara dari sektor kehutanan mencapai sekitar Rp 169 triliun dan hal ini menunjukan bahwa, sektor kehutanan dijadikan lahan 'bancakan' yang justru sangat merugikan negara.
Hasil investigasi perkebunan yang dilakukan ICW pada priode tahun 2011. Kejahatan korporasi sangat susah untuk di jerat dengan UU Kehutanan 41/1999.
"Padahal dapat di jerat juga UU no 31 tahun 1999 No 20 tahun 2011 tentang pemberantasan korupsi," ujar Febri Diansyah ICW.(bhc/put) |