JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kekerasan di Aceh dalam beberapa hari terakhir ini, diduga bukan kriminal biasa. Apalagi didasari penilaian akibat kesenjangan sosial atau motif ekonomi,.Penembakan ini disinyalir terencana dengan modus lama menggunakan pelaku dengan istilah orang tidak dikenal (OTK).
“Meski penembaknya tidak diketahui, ada pola khusus yang terjadi. Modelnya ini dari OTK (orang tidak dikenal-red) menjadi Petrus (penembak misterius-red). OTK sasarannya tidak jelas, Petrus sasarannya jelas. Sekarang sasarannya jelas, yakni etnis tertentu," kata Direktur Program Imparsial Al Araf dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (6/1).
Menurut dia, setiap proses momentum politik di Aceh, pasti selalu terjadi pembunuhan dan melibatkan gangguan keamanan. Tapi untuk sekarang ini, kemungkinan penembakan untuk mengganggu dan merusak proses perdamaian di Aceh menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada).
"Dari pengalaman historis di Aceh, memang ada kecenderungan seperti itu. Dalam konteks ini, tidak lepas dari carut-marut menjelang digelarnya pemilukada di Aceh. Kondisi ini dimanfaatkan untuk melakukan teror kepada masyarakat dengan motif merusak perdamaian di Aceh," imbuh Al Araf.
Sedangkan peneliti senior Imparsial Otto Syamsudin Ishak menyatakan bahwa kekerasan di Bumi Serambi Mekkah itu merupakan operasi khusus untuk membuat ekskalasi atau perdamaian di masyarakat Aceh rusak. Dugaan kepolisian bahwa kasus ini adalah kriminal murni patut diragukan. Pasalnya, meski suhu politik panas, takkan mungkin sampai ada pembunuhan terencana seperti ini.
“Kami merasa yakin bukan karena masalah kecemburuan sosial atau masalah ekonomi. Kekerasan di sana merupakan masalah politik, apalagi Aceh akan menggelar pemilukada. Polanya masih menggunakan OTK. Ini pola lama yang dimunculkan lagi,” jelas Otto.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III DPR RI Martin Hutabarat mendesak pihak kepolisian bertindak cepat mengatasi aksi penembak liar yang dilakukan orang tidak dikenal di Aceh itu. Jika tak diungkap segera, sangat membahayakan perdamaian di Aceh yang sebenarnya sudah sangat kondusif sebelumnya.
"Kalau polisi menilai perlu bantuan dari TNI, harus segera memintanya. Hal ini untuk kepentingan keamanan rakyat Aceh maupun keamanan di Indonesia. Tapi polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat harus benar-benar memperlihatkan keseriusannya untuk melindungi masyarakat. Makanya, kasus ini harus diungkap dan pelaku segera ditangkap,” tandas dia.(mic/wmr/rob)
|