JAKARTA, Berita HUKUM - Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, yang telah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 25 Januari 2013, terdiri atas 265 aksi yang ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintah, mulai dari para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Uni Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), para kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), para Gubernur, dan para Bupati/Walikota.
Dalam Inpres itu, disebutkan jenis aksi yang harus dilakukan, siapa penanggung jawabnya, siapa instansi yang terkait dengan masing-masing aksi, kriteria keberhasilan aksi, dan ukuran keberhasilan dari masing-masing aksi. Ke-265 aksi itu pun dibagi dalam kategori pencegahan, strategi penegakan hukum, strategi harmonisasi peraturan perundang-undangan, strategi kerjasama internasional dan penyelematan aset hasil korupsi, strategi pendidikan dan budaya anti korupsi, serta strategi mekanisme pelaporan pelaksaan pemberantan korupsi.
Strategi Pencegahan
Dalam strategi pencegahan, Presiden SBY memerintahkan pelaksanaan sistem pelayanan publik berbasis Teknologi Informasi (TI), terutama pada instansi-instansi yang terkait dengan pemberian perizinan. Salah satu aksi yang harus dilakukan sesuai Inpres No. 1/2013 terkait dengan pelayanan berbasis TI ini adalah pengembangan database regulasi dan izin usaha konstruksi asing pada Badan Pembina Konstruksi yang ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum (PU), dengan melibatkan Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Perintah transparansi dalam perizinan itu juga disampaikan Presiden kepada Menteri Agama terkait dengan penyelenggaraan pelayanan yang cepat, non diskriminatif, transparan dan akuntabel, serta bebas pungutan liar. Adapun Kementerian ESDM diminta transparan dalam ijin usaha pertambangan dan usaha migas, dan Kementerian Kehutanan diperintahkan melakukan pelayanan online untuk izin penangkaran dan izin usaha industri primer hasil hutan.
Presiden juga memerintahkan Kementerian BUMN untuk menerapkan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE), pembentukan kelembagaan pelayanan terpadu di tingkat provinsi, kabupatan/kota, dan pelaksanaan pelayanan publik berbasi TI di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam hal strategi penegakan hukum, melalui Inpres No. 1/2013, Presiden SBY memerintahkan Kapolri untuk menegakkan kode etik profesi Polri menegaskan penyelesaian pelanggaran disiplin oleh anggota Polri. Sementara Jaksa Agung diminta menyelesaikan penanganan dugaan pelanggaran oleh oknum Kejaksaan yang menjadi sorotan media massa, dan percepatan pemberantasan korupsi pada 10 area rawan korupsi.
Presiden SBY juga memerintahkan Jaksa Agung Basrif Arief agar bekerjasama dengan PPATK untuk mengoptimalkan upaya hukum pembuktian terbalik atas kekayaan yang tidak wajar dan pencucian uang dalam kasus korupsi.
Terkait dengan upaya pembuktian terbalik ini, Presiden SBY memerintahkan Kapolri Jendral Timur Pradopo untuk mengoptimalkan upaya hukum pembuktian terbalik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi dan money laundring.
Melalui Inpres ini pula, Presiden SBY memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengkaji pemberian kompensasi bagi pihak yang menderita kerugian akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak lain.
Kementerian Hukum dan HAM juga diminta menyusun peraturan yang jelas dan sesuai hukum berlaku mengenai pengetatan dalam pemberian remisi kepada koruptor.
Adapun kepada Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden SBY memerintahkan untuk memperkuat koordinasi penanganan kasus korupsi melalui penguatan koordinasi di antara lembaga penegak hukum.(psd/es/skb/bhc/rby) |