JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi IV DPR, Edhy Prabowo menegaskan, Pemerintah jangan selalu berpatokan pada pasokan impor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pemerintah diminta untuk mengkaji terlebih dahulu, seberapa besar urgensinya dalam melakukan impor kebutuhan pokok nasional.
Demikian dikatakan Edhy, di sela-sela kegiatan olahraganya bermain bulutangkis di Hall Bulutangkis Setjen DPR, Jakarta, Rabu (3/2) malam lalu. Hal ini terkait Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX yang baru-baru ini diluncurkan Pemerintah, dimana salah satunya mengatur tentang pasokan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu.
"Komisi IV DPR menegaskan, jangan apa-apa impor. Impor itu adalah alternatif terakhir, jika sudah tidak ada pasokan di dalam negeri. Kita tidak ingin pejabat kita mindset-nya selalu impor. Kita melihat kebijakan yang ada, kalau itu dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan pasokan, pertanyaannya, mana yang harus kita atasi," kata Edhy seolah bertanya.
Politisi F-Gerindra itu mengakui, pihaknya memang pernah memberikan persetujuannya kepada Pemerintah untuk melakukan impor. Namun, tujuannya sebatas untuk penguatan potensi local, karena pertumbuhan sapi lokal dinilai masih rendah.
"Komisi IV yang termasuk menyetujui memberikan kesempatan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, untuk impor sapi indukan. Insya Allah ada 50 ribuan sapi indukan yang kita setujui akan dilaksanakan impor untuk dibagikan kepada kita. Ini harapannya lebih kepada penguatan," imbuh Edhy.
Sekali lagi Edhy menegaskan, ia belum melihat urgensi dari impor sapi, jika hanya dimaksudkan untuk sebatas memenuhi kebutuhan nasional.Ia justru curiga, ada kelompok-kelompok yang sengaja menimbun pasokan daging, sehingga selain membuat harga makin mahal, pasokan dipasaran semakin sedikit.
"Kelangkaan pasokan di konsumen itu memang barang-barangnya tidak ada, atau karena ditimbun oleh pengusaha nakal. Ini kan pertanyaan yang perlu dijawab dulu, baru bicara impor. Tapi ingat, sampai sekarang Indonesia sebagai sumber pasokan daging sapi, satu-satunya negara di Asia Tenggara yang bisa ekspor kemana saja, dan bebas dari kutu. Saya rasa ini keunggulan potensi sapi kita," tegas Edhy.
Politisi asal dapil Sumatera Selatan ini juga menambahkan, jika pun Pemerintah tetap akan melakukan impor sapi, harus dipastikan bebas dari penyakit. Ia pun berharap, kebijakan Pemerintah untuk impor ini tidak ditumpangi kepentingan kelompok tertentu.
"Kami terus mengawal ini terus. Apapun paket kebijakan itus, kalau nuansanya bukan untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri, dan semata untuk kepuasan kelompok pengusaha tertentu, saya pikir ini tidak usah. Tidak ada urgensinya," kritisi Edhy.
Sebagaimana diketahui, belum lama ini Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi IX, dimana salah satunya mengatur kebijakan tentang pasokan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu. Kebijakan ini didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2016, kebutuhan nasional diperkirakan kebutuhan nasional mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi. Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi terdapat kekurangan pasokan yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pasokan atau produksi daging sapi dalam negeri. Antara lain melalui upaya peningkatan populasi, pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi, dan penguatan kelembagaan melalui Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Namun karena upaya tersebut memerlukan waktu perlu dibarengi pasokan dari luar negeri untuk menutup kekurangan yang ada.
Mengingat terbatasnya jumlah negara pemasok,pemerintah Indonesia perlu memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan, yakni yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.
Untuk itu, Menteri Pertanian akan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE. Kebijakan ini diharapkan mampu menstabilisasi pasokan daging dalam negeri dengan harga yang terjangkau dan kesejahteraan peternak tetap meningkat.(dpr/sf/bh/sya) |