Oleh: Derek Manangka
DIPERTANYAKAN, MIGRASI Jutaan Warga dari Cina Daratan - "Saya Bukan anti-Cina. Karena saya banyak teman orang Cina. Tapi banyak hal janggal yang menyangkut kehidupan orang Cina di Indonesia sedang terjadi di republik ini", tutur Japto Soerjosoemarno Kamis 7 Juli 2016.
Pernyataan di atas disampaikan Japto selaku pimpinan ormas Pemuda Pancasila kepada beberapa sahabat yang bertandang ke kediamannya, dalam rangka "Open House" Hari Raya Idul Fitri.
Japto antara lain menunjuk pada budaya kremasi. Orang meninggal lalu diperabukan. Bukan dikubur. Hampir semua orang Cina yang meninggal dunia di Indonesia, dikremasi.
Sekalipun kremasi merupakan ritual dan bagian dari tradisi orang Cina, tetapi tak urung Japto mengkritisinya.
"Coba teliti. Siapa yang mendata dan menyimpan data mereka yang sudah dikremasi? Tidak ada dan tidak ada yang tahu khan?" berkata Japto.
Nah di sini, tambahnya, sangat mungkin terjadi KTP dari mereka yang sudah meninggal, dikremasi, masih bisa digunakan kembali oleh mereka yang belum atau tidak punya indentitas.
Menurutnya sejauh ini tak satupun pemerintah daerah di Indonesia yang mendata mereka yang meninggal kemudian dikremasi. Sementara setiap tahunnya berlangsung kremasi di seluruh wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar.
"Karena tidak pernah didata, maka KTP orang yang sudah dikremasi atau meninggal, masih bisa digunakan oleh orang lain," tandas Japto lagi.
Sebelumnya, Japto mengeritik tentang ketidakwaspadaan pemerintah dalam mengawasi masuknya orang-orang Cina asal Tiongkok ke Indonesia.
Japto antara lain menunjuk sekaligus mencurigai pembangunan sejumlah apartemen untuk kalangan menengah.
Mulai dari Medan, pesisir Sumatera bagian Timur, hingga ke kawasan Jabodetabatek sampai ke arah Timur pulau Jawa.
Japto menyaksikan pembangunan sejumlah apartemen di sepanjang jalur itu sekalipun secara matematika ekonomi, kondisi perekonomian Indonesia tidak memungkinkan masyarakat membeli ruang-ruang tempat tinggal itu.
"Harga apartemen itu mahal. Tapi tetap saja laku. Dan yang pasti pembelinya bukan orang penduduk lokal. Coba cek siapa penghuninya ? Jadi wajar kalau pembangunan dan jual beli apartemen ini kita curigai," katanya.
Kecurigaan Japto semakin bertambah sebab pemerintah Indonesia secara resmi telah sepakat menerima migrasi warga Tionghoa dari daratan Tiongkok sebanyak 10 juta orang.
Bagi Japto jumlah tersebut relatif kecil. Sebab penduduk RRT saat ini tidak kurang dari 1,4 miliar manusia. Dengan jumlah penduduk seperti itu, Tiongkok membutuhkan tempat tambahan bagi warganya.
"Jangankan 10 juta. 100 juta orang pun yang dipindahkannya ke Indonesia, tak akan mengganggu RRT"
"Yang paling saya khawatirkan kalau nanti dari 100 juta itu, 90 juta di antara mereka terdiri atas wanita. Ini akan menjadi beban tersendiri bagi Indonesia", kata Japto, pimpinan ormas pemuda yang tahun 2012 jumlahnya mencapai 3 juta orang.
Terkait dengan reklamasi Pantai Utara Teluk Jakarta, Japto mengatakan proyek ini sudah digagas di era pemerintahan Presiden Soeharto. Namun Pak Harto sendiri sejak awal tidak menyetujui gagasan tersebut. Karena dari segi dampak lingkungan reklamasi itu tidak bermanfaat. Lihat saja baru satu dua pulau yang mau dibangun, Pantai Indah Kapuk sudah kebanjiran.
Oleh karena itu, Japto melihat adanya semacam pemaksaan atas proyek reklamasi tersebut.
"Saya dengar", katanya, setelah reklamasi, di pulau-pulau buatan hasil reklamasi akan dibangun lapangan terbang.
Ini berarti proyek reklamasi merupakan proyek yang membutuhkan dana yang cukup besar. Sementara pemerintah Indonesia sendiri sedang bergulat menghadapi kekurangan dana.
Pertanyaannya dari mana asalnya dana besar untuk reklamasi itu ?
Seorang sahabat yang duduk berhadapan dengan Japto kemudian menjawab : "Dari Tiongkok?"
Japto hanya tersenyum. Senyum yang penuh arti.
Penulis adalah jurnalis senior.(rmol/bh/sya) |