JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polda Metro Jaya menetapkan Jhon Kei sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Dirut PT Sanex Steel Indonesia—kini bernama PT Power Steel Mandiri /PSM), Tan Harry Tantono alias Ayung (45). Hal ini didasari alat-alat bukti yang dianggap cukup.
Namun, penyidik belum dapat melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan pemuda asal Maluku tersebut. Pasalnya, hingga kini Jhon Kei masih menjalani perawatan di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, sejak Jumat (17/2) lalu.
“Polisi telah menetapkan John Kei sebagai tersangka kasus pembunuhan Dirut PT Sanex Steel Indonesia Tan Hari Tantono alias Ayung. Kami sudah mengantongi bukti. Penyidik menjeratnya dengan Pasal 340 KUHP subsider pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) kesatu jo pasal 56 KUHP. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara atau seumur hidup,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Rikwanto yang dihubungi wartawan, Minggu (19/2).
Menurut dia, pemeriksaan terhadap tersangka Jhon Kei itu akan dilakukan setelah kesehatannya pulih. "Sekarang sedang diadakan pengobatan dan masih dalam perawatan. Jadi nanti kalau sudah pulih baru diperiksa, saat ini belum bisa. Kami juga masih menunggu perkembangannya kesehatan tersangka Jhon Kei,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Rikwanto juga menuturkan bahwa Polda Metro Jaya akan mengusut kasus-kasus lain yang diduga melibatkan Jhon Kei. Namun, untuk saat ini tim penyidik akan memfokuskan diri memeriksanya dalam kaitan kasus pembunuhan Tan Hari Tantono alias Ayung. "Kasus lainnya akan kami selidiki sambil jalan," imbuh dia.
Mengenai kasus apa saya yang diduga melibatkan Jhon Kei, perwira menengah polisi ini mneyatakan belum mengetahuinya. Tapi tim penyidik akan melkaukan inventarisasi kasus-kasus yang diduga melibatkan Jhon Kei. "Persisnya kasus apa, saya belum tahu. Tapi kami menerima laporan beberapa kasus yang perlu didalami, seperti pengeroyokan dan penganiayaan. Sambil jalan, kami akan gali terus,” tandas Rikwanto.
Minta Dipindah
Sementara itu, adik kandung Jhon Kei, Tito Refra menyatakan rasa keberatan atas kebijakan pihak Polda Metro Jaya yang membuatnya pihak keluarga kesulitan menemuinya. Ia pun meminta polisi untuk untuk memindahkan perawatannya dari RS Polri ke rumah sakit umum yang lain. Hal ini perlu dilakukan, agar pihak keluarga dapat menemuinya.
Menurut dia, pihak keluarga sangat merasa keberatan dengan pengamanan yang sangat ketat ini. Apalagi sulit menemui langsung kerabatnya yang sedang berada di ICU."Kenapa harus dijaga dengan senjata lengkap seperti itu. Jelas ini sangat berlebihan. Kami minta Jhon Kei dipindahkan tepat perawatannya. Kalau di sini (RS Polri-red), kami kurang yakin," jelas dia.
Tito mengungkapkan, pihak keluarga sudah menyampaikan permintaan tersebut, tapi belum mendapatkan jawaban. "Kami memang minta pemindahan, karena mempertimbangkan fasilitas yang baik Dia perlu dapat penanganan spesialis, karena lukanya parah. Kami kurang tahu RS mana, tapik pokoknya keluar dari RS Polri,” tegasnya.
Selain meminta pemindahan RS, lanjut dia, pihak keluarga Jhon Kei juga berencana akan mendatangi Mabes Polri. Hal ini dilakukan untuk melaporkan keberatan mereka atas larangan bertemu dengan John Kei yang berada di RS Polri. Kebijakan larangan itu telah melanggar rasa keadilan. “Kami akan lapor kepada Divpropam Polri, karena larangan menjenguk," imbuh Tito.
Selain oleh Tito, keberatan juga disampaikan oleh Yulianti, istri dari Jhon Kei. Menurut dia, pihak keluarga hanya ingin melihat kondisi Jhon Kei , sekaligus memberikan pakaian ganti dan makaman. “Kami hanya ingin menjenguk suami, tapi kok dilarang. Seharusnya polisi mengayomi masyarakat, bukan malah mempersulit,” paparnya.
Seperti diketahui, puluhan polisi menangkap Jhon Kei di kamar 501 Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur, Jumat (17/2) malam. lalu Ia ditangkap bersama seorang artis era 90-an berinisial AF. Penangkapan dilakukan, karena Jhon Kei diduga terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Tan Hari Tantono alias Ayung di kamar 2701, Swiss Bellhotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (26/1) pukul 21.00 WIB.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menerima penyerahan diri tiga orang yang mengaku telah membunuh Tan Harry Tantono alias Ayung (45). Mereka menyerahkan diri pada Jumat (27/1) pukul 01.00 WIB. Mereka menyatakan telah membunuh seseorang di kamar 2701 Swiss Bellhotel.
Para tersangka ini juga menyatakan bahwa dirinya adalah penagih utang (debt collector). Ketiga pelaku tersebut, berinisial C (30), A (28), dan T (23) yang seluruhnya adalah warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Setelah menerima penyerahan diri itu, petugas langsung mendatangi lokasi pembunuhan.
Pihak hotel sempat tidak tahu adanya kasus pembunuhan ini, sampai Polisi mendatangi kamar tersebut. Setelah itu, aparat kepolisian langsung mengecek kebenaran laporan itu. Ternyata, di dalam kamar hotel itu ditemukan sesosok mayat pria dalam kondisi yang mengenaskan dengan luka tusuk di bagian leher dan perut.
Berdasarkan keterangan para pelaku, mereka datang ke hotel untuk menagih upah jasa penagihan utang mereka. Ketiga pelaku datang pukul 20.00 WIB, setelah korban menelepon salah satu pelaku dan mengajak bertemu di hotel itu. Penusukan dilakukan mereka, karena Ayung sempat menghina dan mencaci-maki ketiganya setelah menerima upah penagihan utang sebesar Rp 600 juta.(dbs/irw/bie)
|