JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua DPR Marzuki Ale mendesak perusahaan yang terbukti terlibat dalam kasus pembantaian di Mesuji, Lampun dan Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, harus dicabut izinnya. Bahkan, jika perlu harus diusir dari daerah tersebut.
"Kalau dia (perusahaan perkebunan sawit-red) itu terbukti memfasilitasi pembantaian, tidak usah menunggu pemeriksaan, langsung usir saja. Hukum harus tetap ditegakan, tindak pidana tetap disidik dan diadili. Kalau itu sudah sistemik, ya cabut saja izinnya, pemerintah tidak usah takut," kata Ketua DPR Marzuki Alie kepada waetawan di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (19/12).
Marzuki juga meminta aparat pemerintah dalam mencari solusi masalah tersebut, harus lebih mementingkan masyarakat dengan mempertimbangan kepentingan investasi. "Jangan semuanya seolah-olah berhadap-hadapan. Ini rakyat harus dibela. Harus dicari titik temunya. Dua kepentingan bisa ditemukan win-win solution, sehingga tidak menimbulkan orang takut investasi dan tidak menyakiti rakyat,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Tim Advokasi warga Mesuji, Saurip Kadi menyatakan bahwa jumlah korban kasus Mesuji temuan pihaknya mencapai 32 orang itu, merupakan akumulasi sejak 2004 lalu. Bahkan, jumlahnya itu kemungkinan masih bertambah, karena akumulasi dari kejadian 2004-2011.
Terkait tudingan bahwa video pembantaian di Mesuji adalah video rekayasa, karena merupakan video gabungan dari berbagai tempat berbeda yang memiliki kasus serupa, Saurip Kadi siap membeberkan siapa orang yang merekam video pembantaian tersebut.
"Silakan kalau ada yang bilang saya ngotot membela demi kepentingan pribadi. Silakan juga kalau ada yang bilang video ini gabungan dari beberapa kasus di tempat berbeda. Ini era perang informasi. Saya siap mengungkapkan identitas siapa orang yang merekam video ini," tegas dia.
Pada kesempatan tersebut, Saurip juga mengungkapkan identitas dua kepala terpenggal yang ada diatas kap truk. Sejumlah anggota DPR juga sudah mengetahui hal tersebut. "Dua kepala di truk itu cucunya Haji Jalang. Satu kepala biasa disebut Kalong dan satunya lagi disebut Macan. Anggota DPR sudah tahu itu, termasuk tempat penggantungan. Silakan cek sendiri ke Sodong (Mesuji)," imbuhnya.
Kasus kekerasan yang terjadi di Mesuji tidak hanya di dua titik seperti yang saat ini sedang diusahakan untuk diungkap oleh pemerintah, namun kekerasan tersebut terjadi di 11 titik. “TGPF tidak bisa hanya berpatokan pada peristiwa yang terjadi pada 2010-2011, tapi harus mengungkap sejak 2004,” tandas purnawirawan jenderal bintang dua ini.(dbs/rob)
|