JAKARTA, Berita HUKUM - Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) yang saat ini tergabung dalam Koalisi Kawal Pilkada (K2P), merupakan koalisi masyarakat sipil yang tujuannya memastikan pesta demokrasi akan menghasilkan pemimpin berintegritas dan visioner. Bukan sebaliknya, pemimpin yang lahir justru dari yang memiliki nafsu kekuasaan dan korup.
Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengajak elemen masyarakat Indonesia proaktif turut mengawal sejak dini seluruh proses tahapan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
Berdasarkan keterangan pers diperoleh pewarta BeritaHUKUM.com di Jakarta pada, Sabtu (10/10), Syamsuddin Alimsyah Direktur KOPEL Indonesia menyampaikan bahwa, Pilkada nanti harus diposisikan sebagai momentum mendapatkan pemimpin yang visioner dan berintegritas. Beliau khawatir andai yang muncul orang-orang yang korup.
Tercatat sejauh ini, KOPEL berdasarkan rilis yang dilansir pewarta terdapat 331 Kepala Daerah yang terjerat hukum, termasuk kasus korupsi.
Terakhir, hasil pengembangan operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
“Masyarakat minim informasi terhadap rekam jejak para kandidat. Hingga boleh jadi salah dalam menjatuhkan pilihannya kepada orang-orang yang justru bernafsu berkuasa dan korup dalam pemerintahan,”imbuh Direktur KOPEL Indonesia, Syiam (sapaan akrab Syamsuddin Alimsyah).
Kemudian, menurut Syam menjadi penting masyarakat sejak awal diberi akses mengenal lebih jauh rekam jejak kandidat agar lebih kritis dalam menggunakan hak pilihnya. Selain itu juga lemahnya pengawasan publik terhadap proses jalannya pilkada perlu dicermati pula.
"Rekam jejak tersebut, tidak hanya terkait dengan profiling aktivitas dan profesi kandidat selama ini," tuturnya menambahkan apalagi rekam jejak pengabdian kemasyarakatannya termasuk perilakunya sendiri dalam kaitan hukum. Ditambah kinerjanya saat dipercaya menjadi Kepala Daerah sebelumnya.
Syam memaparkan,“Kita kadang terpengaruh dengan kampanye yang heroik. Janji-janji yang surgawi. Celakanya yang menjanjikan itu adalah mereka yang pernah dipercaya memimpin di daerah bersangkutan namun kinerjanya buruk,"papar Syam sembari menjelaskan dengan membayangkan APBD saja di saat kepemimpinan calon tersebut terlambat terus dan kena penalti dari pusat.
"Apa yang layak dipertahankan dari mereka." ujar Syam memaparkan dari puluhan kandidat incumbent, hanya satu dua orang yang berkinerja baik.
Pilkada serentak 9 Desember 2015 mendatang sedang menjalani tahapan pada 263 wilayah dengan 809 pasangan calon (paslon), Terdiri dari 9 provinsi dengan 20 paslon, 219 kabupaten dengan 681 paslon serta 35 kota dengan 108 paslon.
Sementara, mengacu data KPU dimana 20,25% calon berprofesi Wiraswasta, 17,48% Anggota DPRD, 12,64% Pegawai Negeri Sipil, 9,57% Pegawai Swasta, dan terdapat 6,44% petahana Bupati.
“Dari data ini, sudah menjadi 'warning' publik seperti apa motivasi para kandidat untuk maju. Apakah murni bagi kepentingan masyarakat, atau sebaliknya karena melihat peluang tren jumlah APBD daerah yang terus meningkat dan berpeluang untuk jadi bancakan,” pungkasnya.(rls/bh/mnd) |