JAKARTA, Berita HUKUM - Menyusul dikabulkannya praperadilan Hadi Purnomo atas kasus dugaan tindak pidana korupsi, KPK bisa mengambil terobosan hukum dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). Hanya langkah itu yang bisa diambil KPK untuk melawan putusan hakim praperadilan.
Demikian dikemukakan Anggota Komisi III DPR RI Asrul Sani (dapil Jateng X) sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Kamis (28/5). “Menurut saya, KPK harus melakukan peninjauan kembali (PK), karena banding tidak mungkin. Dan kasasi juga pernah ditolak dalam kasus BG.”
Politisi PPP itu, berpendapat, keputusan hakim praperadilan memang melampau kewenangannya. Mestinya, kata Asrul, hakim praperadilan tidak sampai memutus soal keabsahan penyelidik dan penyidik. Itu idealnya jadi ranah Mahkamah Konstitusi atau Pengadilan Tata Usaha Negara.
Asrul mengungkapkan, dalam kasus praperadilan Hadi Purnomo, kemungkinan ada penyelundupan hukum. Penyelundupan yang dimaksud adalah pertimbangan soal keabsahan penyelidik dan penyidik KPK. “Penyelundupan hukum itu, ya hakim tidak berwenang untuk mempertimbangkan atau menilai status keabsahan penyidik dan penyelidik KPK. Kewenangan hakim praperadilan hanya menilai dua alat bukti permulaan yang digunakan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Itu saja,” tandas Asrul.
Di sisi lain, Asrul juga menambahkan, ada yang perlu dibenahi dari institusi KPK menyusul maraknya pengajuan praperadilan. KPK harus mengevaluasi standar operasinya dan tata kerja sesuai Standard Operating Procedure (SOP) yang ada di KPK. “Misalnya, apakah dua alat bukti sudah benar-benar cukup. Saya kira ini memerlukan pengkajian kembali dengan melihat pertimbangan-pertimbangan yang ada di dalam putusan hakim,” ujarnya.
Yang jelas, lanjut Asrul, KPK harus harus introspeksi. Kemudian pemerintah dan DPR juga nanti akan melakukan amandemen UU KPK yang nanti semakin memperjelas semua kewenangan KPK, termasuk untuk mengangkat penyidik dan penyelidik,” imbuh Asrul.(mh/dpr/bh/sya) |