JAKARTA-Dugaan korupsi dalam pengadaan sistem kartu tanda penduduk elektronik, menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atasa dasar tersebut, institusi penegak hukum ini tengah melakukan kajian terhadap inidikasi penyelewengan anggaran pelaksanaan single identity number (SIN) yang merupakan program Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"KPK sedang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan e-KTP tersebut. Kami akan lihat apakah melaksanakan rekomendasi KPK dari hasil kajian KPK terhadap e-KTP tersebut beberapa waktu lalu, menemukan unsur seperti yang dilaporkan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin, kepada wartawan, Jumat (26/8).
Selain melakukan kajian, lanjut dia, pihaknya akan juga akan melakukan identifikasi terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan proyek e-KTP seperti yang dilaporkan Goverment Watch (Gowa) pada Selasa (23/9) lalu.
Sementara itu, karo Humas KPK Johan Budi menyatakan, pihaknya bekerja sama untuk memberikan rekomendasi kepada Kemendagri bukan untuk proyek pengadaan e-KTP. Tapi kajian penggunaan e-KTP untuk menerapkan SIN sebagai upaya pencegahan kasus korupsi dan pencucian uang. "Auditnya ada di BPK, tunggu saja," jelas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gowa menduga proyek tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1 triliun. Asumsi potensi kerugian negara setidaknya terjadi dari celah mark up harga beberapa perhitungan pengadaan barang yang paling cost intensive.
Adapun dugaan mark up dapat terjadi pada kontrak kerja perhitungan harga pengadaan blanko berbasis chip sebesar Rp 16 ribu per satuan. Blangko berbasis chip kapasitas 8kb di pasar domestik dan internasional tidak lebih dari Rp 10 rbu. Untuk pengadaan alat ini saja, kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Selain itu, Gowa juga menemukan dugaan mark up pada pengadaan Peralatan Data Center Pusat untuk dua paket seharga Rp 4,133 miliar. Padahal, harga peralatan data center pada pasaran internasional seharga 60.000 dolar AS atau setara dengan Rpc450 juta. Untuk peralatan ini, negara dirugikan sekitar Rp 7 miliar.
Ada sebelas penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan pada proses lelang itu. Rekayasa itu dapat diklasifikasikan terjadi pada tahapan pralelang, lelang, dan pelaksanaan pekerjaan yang dilelangkan. Gowa juga menyerahkan sejumlah bukti terkait adanya dugaan rekayasa pada pengadaan e-KTP ini. Buktinya berupa data-data kontrak, penawaran harga dari vendor-vendor, juga kopi email pejabat, tim teknis dan pengusaha pada saat pratender, termasuk foto-foto kebohongan terhadap publik. Itu semua menunjukkan ada rekayasa memenangkan satu merek dalam pengadaan ini.(mic/spr)
|