JAKARTA-Setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan terhadap pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Sanjaya. Sebelumnya, ia menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya berupa solar home system (SHS) di Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) tahun anggaran 2009.
Ridwan yang tiba di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/7) pukul 09.30 WIB itu, terlihat keluar pukul 19.30 WIB. Dia langsung digiring petugas ke dalam mobil khusus tahanan. Dengan wajah pucat dan tegang akibat kelelahan usai menjalani pemeriksaan tersebut, dia berjalan mengikuti dua aparat KPK yang mengawalnya menuju pintu mobil tahanan. Saat berjalan maupun setibanya di dalam mobil tahanan, Ridwan bungkam tak mau melayani pertanyaan wartawan.
Sementara Kepala Bidang Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penahanan ini dilakukan untuk memperlancar proses pemeriksaa. "Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan upaya penahanan tersangka RS yang kami titipkan di Rutan Bareskrim selama 20 hari ke depan," ujarnya kepada wartawan.
Sebelumnya, Ridwan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dengan pejabat pembuat komitmen lainnya yakni Kosasih dan Direktur Jenderal (Dirjen) Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian ESDM Jacob Purwono. KPK menilai telah terjadi kerugian negara senilai Rp 131 miliar dari proyek senilai Rp 526 miliar.
Para tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 dan atau pasal 5 dan atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Dalam perkara lain, terpidana kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Daniel Tandjung memenuhi kewajibannya untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta sebagimana yang diperintahkan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Melalui penasihat hukumnya, Badrani Rasyid, Daniel membayarkan uang tersebut.
Menurut Badrani, baik JPU maupun kliennya, tak mengajukan banding atas putusan majelis hakim. Untuk itu, perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap. Atas pertimbangan itulah, Daniel memutuskan untuk membayarkan denda itu. Selain denda, terpidana harus menjalani hukuman badan selama satu tahun tiga bulan.
Surat Dakwaan
Dalam kasus lain, KPK mulai menelusuri dugaan keterlibatan para pihak, seperti yang ada dalam surat dakwaan terhadap Muhammad El Idris. Mereka diduga ikut menerima komisi (fee) dari PT Duta Graha Indah Tbk dalam proyek pembangunan Wisma Atlet.
Tim penyidik pun mulai melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris Tim Verifikasi Panitia Pembangunan Rusmadi yang disebut turut menerima fee sebesar Rp 50 juta dan Asisten Pelaksana Fazadi Abdanie yang disebut menerima fee sebesar Rp 20 juta. Selain keduanya, KPK juga memeriksa pegawai Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Sumatera Selatan (Sumsel) Idrus Fatah dan Teguh Kurniawan, seorang swasta dalam kapasitas sebagai saksi.
Seperti diketahui, dalam surat dakwaan terhadap Manager Marketing Muhammad El Idris, terungkap bahwa 20,5 persen dari total nilai proyek wisma atlet senilai Rp 191,6 miliar menguap hanya untuk menjadi fee (imbalan) bagi beberapa pihak yang telah "membantu" PT DGI Tbk memenangkan tender proyek.
Adapun pihak-pihak tersebut antara lain eks Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin (mendapat sekitar 13 persen), Gubernur Alex Noerdin (2,5 persen), Ketua Komite Pembangunan (2,5 persen), Panitia Pengadaan (0,5 persen) dan Wafid (2 persen).
Selain itu uang juga mengalir ke Ketua Komite Pembangunan Rizal Abdullah sekitar Rp 400 juta, Sekretaris Komite Musni Wijaya Rp 80 juta, Bendahara Komite Amir Faizol Rp 30 juta, Asisten Perencanaan Aminuddin Rp 30 juta, Asisten Administrasi dan Keuangan Rp 20 juta, dan Asisten Pelaksana Fazadi Abdanie Rp 20 juta, Ketua Panitia M. Arifin Rp 50 juta, Anggota Panitia Sahupi Rp 25 juta, Anwar Rp 25 juta, Rusmadi Rp 50 juta, Sudarto Rp 25 juta, Darmayanti Rp 25 juta, dan Heri Meita Rp 25 juta.(dbs/bie)
|