Korea Utara KTT Trump-Kim: Jabat Tangan Kim dan Trump Bersejarah dalam Rentetan Gambar 2018-06-16 04:31:54
SINGAPURA, Berita HUKUM - Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akhirnya berjabat tangan. Tapi tidak ada yang tahu persis bagaimana itu akan terjadi.
Berikut kami memecah gambar-gambar dari pagi yang luar biasa bersejarah untuk menjelaskan bagaimana setiap momen terbentang.
Pertama-tama, tahap (hampir) kosong Hak atas fotoREUTERS
Sentuhan akhir terhadap karpet merah di Capella Hotel di Pulau Sentosa dengan bendera Korea Utara dan AS terlihat berselang-seling sebagai latar belakang yang rapi. Tak bisa dibantah bahwa jarang terjadi bendera Korea Utara dan Amerika Serikat berkibar berdampingan seperti ini.
Ini adalah kemenangan yang simbolis untuk Kim, menunjukkan kedua pemimpin negara datang bersama-sama dengan persyaratan yang sama.
Apa yang tidak Anda lihat dalam gambar adalah kerumunan media di sisi lain foto, bersiap untuk mengabadikan jabat tangan bersejarah itu.
Keduanya datang: dari sebelah kiri panggung, dan kanan panggung Hak atas fotoAFP
Hampir seolah-olah sudah berlatih untuk momen ini, Trump masuk dari kanan dan Kim dari kiri.
Bahkan sebelum kedua pemimpin sudah berada cukup dekat satu sama lain, Anda sudah bisa melihat Trump mengulurkan tangannya - mungkin bersiap-siap, untuk mengeksekusi cengkeraman jabat tangannya yang terkenal
Jabat tangan selama 12 detik Hak atas fotoAFP
"Senang bertemu dengan anda, Tuan Presiden," adalah kata-kata yang diucapkan oleh Kim saat bertemu Trump.
Bisa dilihat ini adalah jabat tangan yang kuat satu sama lain, tetapi secara signifikan lebih pendek dari jabat tangan yang bisa dilakukan Trump: Jabat tangan selama 12 detik ini sudah pasti lebih singkat dari yang biasa Trump lakukan.
Bagi Kim, jabat tangan itu tidak sedramatis yang dilakukannya dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, sebulan lalu. Pada pertemuan itu, dia mencengkeram tangan Moon dan membawanya ke sisi utara perbatasan kedua negara. Hak atas fotoREUTERS
Lalu, Trump mengantar Kim beranjak dari karpet merah. Dia terlihat dalam banyak gambar secara fisik membimbing atau mengajak Kim, menunjukkan gestur bahwa dia bertanggung jawab dan memegang kendali.
"Donald Trump menempatkan tangannya di punggung Kim ... (ini) menunjukkan sedikit dominasi," Manoj Vasudevan, ahli bahasa tubuh mengatakan kepada BBC World News.
"Anda bisa melihat Trump memimpin banyak hal.
Kesempatan foto di tengah obrolan Hak atas fotoAFP
Duo ini terlihat di sini dalam obrolan di samping perapian sebelum mereka masuk ke ruang pertemuan empat mata mereka.
Momen itu terlihat sedikit canggung, dengan Trump terlihat menatap lantai dan Kim gelisah dengan tangannya.
Sementara dalam KTT Korea Selatan, tidak ada ritual yang dijadwalkan, dalam pertemuan ini semuanya hampir seperti serangkaian acara yang jelas tahapannya.
"Di sini mereka duduk bersama, (tetapi mereka tidak) membuat banyak kontak mata," kata Vasudevan.
"Anda bisa melihat Kim Jong-un mengubah posisinya beberapa kali dan Trump mengetukkan jari-jarinya, (tanda tidak nyaman). Tidak ada hubungan dekat."
Kecanggungan itu bisa dimengerti.
Memimpin jalan Hak atas fotoAFP
Dalam foto ini Trump dan Kim berjalan (dengan Trump selangkah lebih maju) menuju pertemuan empat mata mereka yang berlangsung selama 38 menit.
Trump memuji sendiri keberhasilan dalam perundingan ini sebagai sukses dari "kampanye tekanan maksimum" yang dijalankannya.
Bagi Kim, mendapatkan kesempatan audiensi dengan pemimpin AS bisa dilihat sebagai kemenangan - sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh ayah atau kakeknya. Lebih penting lagi, ini memperkuat legitimasinya sebagai pemimpin dunia.
Satu hari dengan banyak jabat tangan Hak atas fotoEPA
Baik di akhir pembicaraan bilateral maupun ketika para pemimpin memberikan pernyataan bersama kepada pers, mereka berjabat tangan lagi - beberapa kali.
Tanpa nuansa kejelasan tentang apa sebenarnya yang telah mereka sepakati, mungkin ini isyarat niat baik meringkas hari bersejarah ini.
Sementara, Media massa Korea Utara menganggap pertemuan bilateral antara pemimpin mereka, Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai kemenangan Pyongyang.
Media massa Korut bahkan menyebut AS berniat mencabut sanksi atas Korut.
Setelah pertemuan, Selasa (12/06), Kim dan Trump menandatangani deklarasi denuklirisasi dan pengurangan tensi di antara kedua negara.
Trump menyebut AS akan tetap menerapkan sanksi bagi Korut. Pencabutan sanksi akan dilakukan, kata dia, jika senjata nuklir tak lagi menjadi pertimbangan mereka.
Trump juga mengumumkan hal mengejutkan tentang penghentian latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan.
Langkah diplomatik yang telah lama dinantikan Korut itu dianggap sebagai konsesi besar bagi mereka, sekaligus langkah menghapus persekutuan antara negara Asia Timur dengan AS.
Meski begitu, Pentagon meminta sekutu mereka di kawasan itu untuk menegaskan kembali komitmen pertahanan mereka kepada AS.
'Pertemuan terbesar abad ini'
Pemerintah Korut mengontrol media massa secara ketat. Mereka hanya mengizinkan pemberitaan tentang kegiatan dan program yang menguntungkan pemerintah.
Media massa Korut juga jarang melaporkan keseharian Kim Jong-un.
Pertemuan Kim dan Trump yang berlangsung di Singapura, menjadi berita utama media massa Korut. Mereka menampilkan sejumlah potret Kim yang bersebelahan dengan Trump.
Dalam halaman depannya, koran milik pemerintah Korut, Rodong Sinmun, menyebut ajang bilateral tersebut sebagai pertemuan terakbar abad ini.
Kantor berita Korut, KCNA, menerbitkan artikel berbahasa Inggris yang memuji pertemuan tersebut sebagai jeda bersejarah atas masa lalu kedua negara
Pencabutan sanksi?
Deklarasi yang diteken oleh Kim dan Trum pada akhir pertemuan itu menyebut Korut dan AS akan bekerja sama melalui pola hubungan baru.
AS mengklaim akan menyediakan jaminan keamanan untuk Korut. Sebaliknya, Korut berkomitmen menuntaskan program denuklirisasi di Semenanjung Korea. Hak atas fotoHANDOUTImage captionPengamat menilai Korut meneken deklarasi tanpa menjanjikan program detail.
Pengamat dari negara barat perjanjian itu memuat rencana signifikan AS terhadap Korut. Namun, mereka menganggap Korut tak membuat komitmen anyar, termasuk rincian program denuklirisasi.
Bagaimanapun, KCNA menyebut komitmen perjanjian yang disepakati Kim merupakan langkah besar bagi Korut.
"Trump mengunjukkan niat untuk menghentikan latihan militer bersama antara AS dan Korea Selatan, memberikan jaminan keamanan untuk Korut, dan mencabut sanksi serta meningkatkan kerja sama melalui dialog dan negoisasi," tulis KCNA.
Meski bukan bagian dari perjanjian, Trump berkata, usai pertemuan di Singapura, sanksi akan dicabut begitu AS yakin bahwa senjata nuklir bukan lagi hal yang perlu dipertimbangkan.
Trump berkata, dia berharap situasi itu dapat segera terwujud.
Menggambarkan dua pemimpin negara itu berpengaruh secara imbang, KCNA mengutip Kim yang berkata, "sangat penting membuat keputusan besar untuk berhenti saling menyakiti dan berseteru satu sama lain dalam persenjataan."
KCNA juga melaporkan, Kim dan Trump sepakat untuk berbalas kunjungan ke AS dan Korut.
Peringatan dari Tokyo dan Beijing
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berbicara kepada Trump setelah pertemuan di Singapura. Ia menyebut ada makna besar di balik konfirmasi Kim untuk menyelesaikan denuklirisasi.
Bagaimanapun, pemerintahan Jepang di Tokyo, memperingatkan, meski Korut berjanji menghentikan program nuiklir, belum ada langkah nyata yang diambil oleh Kim. Hak atas fotoREUTERSImage captionAS menghentikan sementara latihan gabungan dengan Jepang dan Korea Selatan.
Jepang menyatakan belum akan menarik pasukan mereka dari persiapan perseteruan militer.
Menteri Pertahanan Jepang, Itsunori Onodera, mengatakan pemerintahnya menganggap penting latihan gabungan antara AS dan Korsel
Ia berkata, kehadiran pasukan militer AS di Korsel penting untuk menjaga stabilitas Asia Timur.
"Terserah kepada AS dan Korsel untuk memutuskan kelanjutan operasi gabungan mereka. Kami tak berniat mengubah latihan militer bersama AS," ujar Onodera.
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, mendeskripsikan pertemuan Kim dan Trump sebagai dialog yang berimbang antarpihak.
Namun Yi menambahkan, "tak ada satu orangpun akan meragukan peran unik dan penting yang dimainkan Cina: peran yang akan terus berlanjut".
Media massa milik pemerintah Cina menyebut pertemuan di Singapura sebagai langkah baru, namun "tak ada yang berharap KTT setengah hari itu dapat menyelesaikan perbedaan dan menghapus ketidakpercayaan mendalam antara dua musuh lama".(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com