BOGOR (BeritaHUKUM.com) – Meski bom bunuh diri kembali terjadi, Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo membantah pihaknya kecolongan. Alasannya, polisi sudah mendeteksinya, namun belum dapat memastikan titik sasaran dan kapan hal itu akan dilakukan.
"Kami tidak kecolongan, karena semua sudah bekerja. Kalau mengkaitkan ke masalah langsung pada titik sasaran, itulah kenyataan bahwa kami tak belum dapat memastikannya. Tapi warning (peringatan-red) sudah dilakukan dan petugas juga sudah melaksanakan langkah-langkah pencegahan,” kata Timur Pradopo kepada wartawan di Bogor, Senin (26/9).
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Pol. (Purn) Sutanto mengakui, pihaknya ada kesulitan dalam menangani aksi teror tersebut. Namun, aparat intelijen sudah berupaya maksimal meredam aksi teror yang akan terjadi di masyarakat.
"Saya kira tidak mudah untuk menangani teror, karena tidak semuanya bisa dibuka di lapangan. Aksi ini memang memiliki kerahasiaan tinggi. Kami pun harus menjaga kerahasiaannya hingga bisa mendeteksi ancaman itu benar-benar akan terjadi. Tidak bisa dari Densus atau siapapun. Bisa gagal nanti, hanya karena gara-gara ada informasi yang bocor," imbuhnya mengingatkan.
Para pelaku teror kini bergerak perorangan. Ini membuat intelijen tidak mudah dideteksi. Hal ini sungguh berbeda dengan aksi teroris sebelumnya yang bekerja secara kelompok. "Jajaran intelijen memang perlu menjaga kerahasiaan dengan tinggi dari aparat yang beroperasi di lapangan, agar tidak sampai bocor dan diketahui pelaku teror," jelas mantan Kapolri ini.
Disinggung pencegahan yang dilakukan intelijen tidak efektif, karena justru baru ada penanganan setelah terjadi bom meledak, Sutanto membantahnya. Justru pihaknya sudah beberapa kali berhasil mengungkap pelaku, sebelum bom itu berhasil meledak. “Kami berhasil mendeteksi dan mencegah pengeboman Doktor Azhari yang menyiapkan 44 bom. Demikian juga dengan rencana teror di Palembang, Sukoharjo serta lainnya. “Itu hasil kecepatan kerja aparat yang sudah menangani dari awal," jelas dia.
Bom Ambon
Di tempat berbeda, Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Anton Bachrul Alam mengatakan, pihaknya telah berhasil mengungkapkan ada rentetan ledakan bom di Ambon, Maluku, sebelum terjadinya bom bunuh diri di gereja, Solo, Jawa Tengah. Rentetan bom tersebut terjadi di tiga lokasi berbeda. "Ada tiga kejadian. Di Ambon, bom di Karang Panjang berhasil ditemukan pada Kamis (22/9) di pinggir jalan. Jenisnya adalah bom rakitan," jelas dia.
Ledakan kedua terjadi di Terminal Mahardika pada Sabtu (24/9). Beruntung, insiden ini tidak menyebabkan korban. Sedangkan Senin (26/9) pagi, petugas menemukan bom ditemukan di depan Gereja Maranatha. Bom itu berjenis bom rakitan. Menghadapi situasi keamanan di Ambon itu, polisi langsung meningkatkan pengamanan tempat-tempat ibadah.
"Dari hasil penyelidikan tim penjinak bom, komponen bom terdiri dari casing besi diameter 4 cm, panjang 10 cm, isian black powder dan sumbu dari bambu isian korek api. Kami khawatir ada pelaku-pelaku yang masuk seperti kemarin. Polisi masih mendalami keterkaitan bom Ambon dengan Solo,” tandasnya.
Dalam kesempatan ini, Anton pun membenarkan bahwa sejumlah orang yang datang ke RS Polri Kramajati itu merupakan istri dan anak salah satu terduga buron kasus terorisme. Begitu pula dengan sepasang pria dan wanita yang merupakan orang tuanya dari terduga buron tersebut. “Mereka menjalani pemeriksaan yang diperlukan peugas forensik kepolisian,” jelas Anton.(mic/bas/rob/bie)
|