JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – DPR mendesak Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo untuk menindak tegas pelaku kerusahan dan pembakaran gedung dan fasilitas milik pemerintah di Kabupaten Bima, Sumbawa, Nusatenggara Barat (NTB). Tindakan anarkis itu tidak dapat ditolerir secara hukum.
"Polisi itu adalah penegak hukum. Kami meminta Kapolri mengambil langkah tegas atas aksi anarkis perusuh dan pembakar gedung milik pemerintah setempat,” kata kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (27/1).
Menurut dia, selain para perusuh, pemerintah setempat juga wajib dimintai tanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pasalnya, aksi anarkis itu tidak lepas dari kegagalan pimpinan pemerintah setempat dalam pengelolaan sumber daya alam. Seluruh kalangan masyarakat, juga diminta untuk tidak menyalahkan dan mengkambinghitamkan kepolisian.
“Bupati Bima dan jajarannya harus bertanggung jawab, karena gagal dalam pengelolaan sumber alam. Masyarakat tak dilarang melakukan unjuk rasa, tapi jangan bebrbuat anarkis dan merusak. Mereka yang bertanggung jawab harus diproses secara hukum,” tegas politisi Partai Demokrat tersebut.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Saan Mustopa meminta Kapolri bertanggung jawab atas kerusuhan di Bima. Alasannya, pihak keamanan tidak bisa mengantisipasi munculnya tindakan anarkis tersebut. Bupati Bima juga harus bertanggung jawab, karena kurang memperhatikan kehidupan masyarakat setempat.
“Kami juga minta Pemerintah Pusat memberikan kontribusi atas peristiwa anarkis di Bima itu. Semua itu terkait dengan implikasinya. Pemerintah pusat harus ikut memikirkan langkah-langkah taktis dan strategis, agar masyarakat kembali mendapatkan kehidupan yang layak," imbuh anggota DPR asal Fraksi Partai Demokrat itu.
Sebelumnya diberitakan, Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengusutan serta menindak tegas sejumlah pihak yang melanggar hukum terhadap aksi anarkis di Bima. Aparat keamanan pun diminta untuk siaga mengamankan setiap aksi unjuk rasa yang dikhawatirkan akan ada susulan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Hussein menyatakan bahwa pihaknya kesulitan mengendalikan kemarahan massa, karena jumlah massa pengunjuk rasa diluar dugaan. Aparat kepolisian di Bima akan terus berupaya menenangkan kemarahan massa, agar tidak melakukan aksi susulan pengerusakan gedung milik pemerintah yang lain.
Sukarman juga meminta agar Bupati Bima segera mencabut SK pemberian ijin eksplorasi tambang emas itu, agar situasi keamanan dapat dikendalikan. Jika tidak segera dilakukan, dikhhawatirkan aksi serupa akan terjadi kembali. Sikap bijak Bupati Ferru Zulkarnaen diperlukan dalam merespon tuntutan masyarakat, karena tuntutan itu sudah harga mati.
Seperti diketahui, puluhan ribu warga yang berunjuk rasa di kantor bupati Bima terkait penanganan insiden di Pelabuhan Sape. Aksi yang bermula menuntut pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bernomor 188/45/357/004/2010 yang terbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen. IUP itu seluas 24.980 hektare yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu.
Sebelumnya, mereka memberikan batas waktu kepada bupati untuk mencabutnya Rabu (25/1) kemarin. Namun, hingga lewat tenggat tersebut, Bupati Ferry juga tak mau mencabutnya. Mereka pun mendatangi kantor bupati dan membakarnya berikut kendaraan yang berada dalam kompleks perkantoran itu. Mereka juga membakar kantor KPUD Bima.
Selain itu, mereka juga mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bima dan menuntut pembebasan 56 warga Lambu dan Sape yang dulu berunjuk rasa di Pelabuhan Sape dan saat ini ditahan aparat kepolisian untuk diproses hukum. Pihak lapas tidak berdaya dan menuruti tuntutan ribuan pengunjuk rasa tersebut dengan membebaskan para tahanana itu.(dbs/rob/wmr/bie)
|