JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengusutan serta menindak tegas sejumlah pihak yang melanggar hukum terhadap aksi anarkis di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). “Kami akan tindak pelanggara hukum sesuai ketentuan hukum," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (26/1).
Aparat kepolisian di wilayah tersebut, lanjut dia, tetap siaga untuk mengamankan setiap aksi unjuk rasa. Namun, pihak kepolisian juga akan mengambil tindakan tegas jika ada pelanggaran hukum dalam aksi tersebut. “Aksi unjuk rasa memang diperbolehkan untuk menyatakan pendapat, tapi harus tetap menaati aturan dan hukum,” tegasnya.
Dihubungi terpisah, Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Hussein menyatakan bahwa pihaknya kesulitan mengendalikan kemarahan massa, karena jumlah massa pengunjuk rasa diluar dugaan. "Kami sudah siapkan aparat untuk mengamankan unjuk rasa damai itu. Tapi ternyata jumlah massa melampaui dari perkiraan," katanya.
Saat ini, menurut Sukarman, aparat kepolisian di Bima terus berupaya menenangkan kemarahan massa, agar tidak melakukan pengrusakan gedung yang lain. "Aparat kepolisian bersikap hanya berjaga-jaga untuk mengendalikan emosi mereka, agar tidak makin beringas, dan tidak banyak fasilitas negara yang dirusak," ungkapnya.
Sukarman juga meminta agar Bupati Bima segera mencabut SK pemberian ijin eksplorasi tambang emas itu, agar situasi keamanan dapat dikendalikan. Jika tidak segera dilakukan, dikhhawatirkan aksi serupa akan terjadi kembali. "Mungkin bupati harus bijak untuk merespon tuntutan masyarakat, karena (tuntutan itu) sudah harga mati," ujarnya.
Seperti diketahui, puluhan ribu warga yang berunjuk rasa di kantor bupati Bima terkait penanganan insiden di Pelabuhan Sape. Aksi yang bermula menuntut pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bernomor 188/45/357/004/2010 yang terbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen. IUP itu seluas 24.980 hektare yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu.
Sebelumnya, mereka memberikan batas waktu kepada bupati untuk mencabutnya Rabu (25/1) kemarin. Namun, hingga lewat tenggat tersebut, Bupati Ferry juga tak mau mencabutnya. Mereka pun mendatangi kantor bupati dan membakarnya berikut kendaraan yang berada dalam kompleks perkantoran itu. Mereka juga membakar kantor KPUD Bima.
Selain itu, mereka juga mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bima dan menuntut pembebasan 56 warga Lambu dan Sape yang dulu berunjuk rasa di Pelabuhan Sape dan saat ini ditahan aparat kepolisian untuk diproses hukum. Pihak lapas tidak berdaya dan menuruti tuntutan ribuan pengunjuk rasa tersebut dengan membebaskan para tahanana itu.(dbs/bie)
|