JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Hasil penelusuran tim terpadu yang melakukan penyelidikan kasus sopir Daihatsu Xenia maut, diperoleh data bahwa kondisi minibus tersebut laik jalan dan rem dalam keadaan baik. Hampir dipastikan insiden ini akibat human error atau kesalahan manusia, yakni sang pengemudi Apriyani Susanti (29).
Hasil tersebut didapatkan dari tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, DLLAJ, PT Astra Motor, PT Jasa Raharja, Tim Puslabfor Polri, Ditlantas Polda Metro Jaya, dan Koorlantas Polri. “Pelaku penabarakan yang mengklaim bahwa rem blong atau rusak, itu tidak benar,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Saud Usman Nasution kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/1).
Namun, lanjut dia, hanya saja ban depan sebelah kiri yang bermasalah, karena tekanannya di bawah normal. Normalnya 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Tapi kondisi alur kembang ban masih bagus serta usia ban pun belum terlalu tua. Rem juga tidak rusak, tidak ada yang bocor dan rem berfungsi baik.
“Sopir yang mengendarai mobil maut tersebut, salah mengambil keputusan saat akan menginjak rem. Dia justru menginjak gas sehingga laju kendaraan semakin cepat. Tim terpadu sama sekali tidak menemukan adanya bekas rem di jalan. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada pengereman saat kejadian. Kami perkirakan mobil melaju disatas 90 km per jam,” jelas Saud.
Tim juga berkesimpulan bahwa penyebab pertama penabrakan itu, karena pelaku Apriyani Susanti (29) kelelahan akibat bergadang semalaman. Dia diduga mengantuk saat mengemudikan kendaraannya. Sedangkan penyebab kedua, dia dalam pengaruh minuman keras dan narkoba. Apriani bersama tiga temannya pada Sabtu malam hingga Minggu pagi mengonsumsi minuman keras dan ekstasi, sehingga saat mengendarai mobil yang disewanya tidak konsentrasi.
Sementara penyebab ketiga, lanjut Saud, salah mengambil keputusan. Apriyani yang panik karena mobilnya oleng, bukannya menginjak rem tetapi justru malah menginjak gas yang akhirnya kendaraan melaju lebih dari 90 km per jam. Penyebab terakhir, tekanan udara ban depan tidak sama. Ban depan bagian kanan tekanannya normal 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Itulah yang menyebabkan kendaraan oleng ke kiri..
“Kesimpulan hasil olah TKP, tersangka memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dalam kondisi lelah dan di bawah pengaruh narkoba. Selain itu, dia salah mengambil keputusan, bukan menginjak rem, tapi menginjak gas. Itulah yang menyebabkan mobil tersebut menabrak 12 orang pejalan kaki dan halte,”ungkap mantan Kadensus 88 Antiteror Polri tersebut Saud.
Kesimpulan bahwa mobil melaju dalam keadaan kencang, dibenarkan seorang petugas Puslabfor Polri yang melakukan olah tempat kejadian. Hal ini didapatkan dari pengukuran kedalaman patok yang terpasang di dekat halte. "Dari pengukuran, bila mobil tersebut tidak terlalu kencang, patok ini takkan roboh. Patok ini cukup kuat, kalau memang mobil melaju tidak terlalu kencang," kata dia yang enggan menyebutkan identitasnya.
Diungkapkan, Puslabfor Forensik Fisika Polri akan mencocokkan apa yang ditemukan dalam olah TKP dengan serpihan-serpihan mobil Xenia. Semua tempat yang terdapat benturan, termasuk tempat duduk halte yang ditabrak akan diperiksa dan dicocokkan. "Pemeriksaan ini untuk mengetahui kecepatan mobil. Sepertinya mobil melaju cukup kencang, karena benda sekitarnya hancur ditabrak. Begitu pula dengan kondisi kendaraan,” jelasnya lagi.
Berstatus Saksi
Dalam kesempatan terpisah, Kasubdit Pembinaan Penegakan Hukum (Bingakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Sudarmanto mengatakan, tiga rekan Apriyani Susanti, yakni Arisendi (34), Denny M (30) dan Adistina P (36) masih berstatus sebagai saksi untuk kasus penabrakan itu. Mereka hanya sebagai penumpang dalam kendaraan tersebut.
Sedangkan untuk kasus penggunaan narkoba, lanjut dia, ditangani terpisah. Sebab, kasus itu yang menanganinya adalah Ditserse Narkoba Metro Jaya. "Tiga teman Apriyani di Ditlantas masih berstatus saksi. Untuk kasus narkobanya, silahkan konfirmasi ke Ditserse Narkoba. Kami tidak berwenang menyampaikannya," ujarnya.
Mengenai titik kapur tempat korban berjatuhan, Sudarmanto menuturkan, tidak bisa mengatakan hal tersebut. alasannya, karena termasuk kepentingan penyidikan. Untuk hasil olah TKP dan adanya bukti baru, pihaknya menyerahkan kepada Puslabfor Polri. “Kami tidak mau berandai-andai, karena kami harus mengacu pada hasil penyelidikan di lapangan,” imbuh dia.
Sementara itu, Dirserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Nugroho Aji membenarkan bahwa hasil tes urine terhadap pengemudi Daihatsu Xenia bernopol B 2479 XI, Apriyani Susanti (29), terbukti positif mengandung metamphetamine. Zat ini yang terkandung dalam obat-obatan terlarang, seperti sabu. Selain itu, tiga rekannya juga terbukti positif menggunakan barang haram tersebut.
Sesaat sebelum pesta narkoba jenis ekstasi di diskotek Stadium, Apriani Susanti dan ketiga rekannya itu sempat pesta miras di sebuah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Usai mengonsumsi miras, Apriani cs juga mengonsumsi narkoba jenis ekstasi yang dibeli patungan di diskotek Stadium. Setelah itu, barulah terjadi insiden tabrakan maut di Tugu Tani yang menewaskan sembilan orang itu.
"Dari pengakuan mereka, saat di kafe mereka minum tiga botol wiski dan tiga botol bir untuk berempat. Meski hanya ekstasi setengah butir ditambah lagi sebelumnya minum wiski yang kadar alkoholnya tinggi itu, dapat menyebabkan tersangka kehilangan kontrol saat mengemudi," jelas dia.
Sebelumnya, tersangka Ariyani terancaman dijerat dengan pasal berlapis. Selain dengan pasal 127 UU Nomor 35/2009 tentang Narkoba, Afriani dkk juga akan dijerat dengan pasal 310 ayat (4) jo pasal 283 jo pasal 288 UU Nomor 22/2009 tentang Lalu-Lintas. Sedangkan ketiga rekannya terancam dengan UU Narkoba.(tnc/bie/irw)
|