Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Bangsa
Kepemimpinan Bangsa Butuh Pemahaman Luas
2018-04-09 14:11:17
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pemimpin yang terpilih lewat sistem demokrasi sangat rumit, karena membutuhkan suara rakyat yang turun naik. Untuk itu, pemimpin yang terpilih secara demokratis butuh pemahaman yang luas untuk menuntun rakyatnya sekaligus mampu memanfaatkan semua sistem kenegaraan dengan efektif.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dalam acara Netizen #NgopiBarengFahri di bilangan Duren Sawit, Jakarta, beberapa waktu lalu, menyatakan, sistem kepemimpinan yang paling rumit adalah demokrasi. Dukungan suara rakyat berfluktuasi seperti mata uang. Suara rakyat juga kerap sulit diprediksi. Ini sangat berbeda dengan sistem otoriter yang begitu kuat dan tidak bisa diperdebatkan.

"Pagi anda menang di pemilu, besoknya akseptabilitas atau kepuasan publik bisa turun. Pak Jokowi sekarang, kepuasan publiknya ada di bawah 50. Padahal, waktu terpilih, dia di atas 50 follow tail suaranya. Kenapa? Karena sumbernya adalah persetujuan rakyat melalui kotak suara," jelasnya.

Politisi dapil NTB ini melanjutkan, sistem demokrasi seperti smartphone yang memiliki banyak fitur dan sangat kompleks. Sangat disayangkan, bila demokrasi yang sudah seperti smartphone, tapi pemimpin yang terpilih tidak menguasai fitur-fitur demokrasi seperti dalam smartphone.

"Nah, problem kepemimpinan kita sekarang ini sama seperti smartphone, tapi sayangnya kapasitas pemimpinnya seperti handphone jadul. Itu aja cara berfikirnya. Jadi fitur yang dimengerti oleh Jokowi dan kawan-kawannya itu adalah jadul, karena instrumen-instrumennya tidak dipakai," ungkapnya

Fahri menegaskan kembali, satu fitur penting yang tidak dipakai oleh Jokowi adalah pemanfaatan mimbar istana. Harusnya sebagai presiden, Jokowi memanfaatkan fitur itu untuk berbicara setiap hari kepada bangsa Indonesia tentang persoalan bangsa dan negara. Inilah cara berpikir kompleks yang tidak ada dalam kepemimpinan saat ini.

"Fitur itu harus dipakai, karena setiap pagi rakyat menunggu apa yang akan dilakukan seorang presiden dan mau dibawa ke mana bangsa ini. Tapi itu tidak dipakai, maka pemerintah setiap hari seperti orang panik, tidak mengerti harus melakukan apa," kata Fahri. Ia mencontohkan kasus berton-ton narkoba masuk ke Indonesia. Presiden Jokowi, nilai Fahri, tidak memiliki sense of crisis atau tidak memberikan warning kepada pengirim.(mh/sc/DPR/bh/sya)




 
   Berita Terkait > Bangsa
 
  Indonesia Akan Maju Jika Jiwa Berkarya dan Ingin Bermanfaat Jadi Karakter Bangsa
  Nasionalisme Iptek dan Riset Berbasis Keanekaragaman Hayati Diperlukan Untuk Kemajuan Bangsa
  Bangsa Terbelah, Ini Menyedihkan
  Bangsa Yang Dikepung Masalah
  Refleksi Akhir Tahun 2019 Warganet: Indonesia Sudah 'On The Track' Menuju Bangsa Maju
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2