JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi memerintahkan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) untuk mengevaluasi keberadaan Front Pembela Islam (FPI). Organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang membawa-bawa agama itu, kerap bertindak anarkis.
"Kami sedang mengevaluasi (keberadaan FPI). Saya sudah minta Dirjen Kesbangpol untuk melakukan evaluasi, termasuk tindakan anarkis pelemparan batu yang memecahkan kaca," kata Gamawan kepada wartawan di gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (13/2).
Menurut dia, FPI patut diberi sanksi sebagaimana diatur UU Nomor 8/1985 tentang Ormas. UU tersebut perlu diubah, karena tahapan pembubaran ormas terlalu panjang. "UU No 8 harus diubah, tidak cukup mengakomodir yang berkembang selama ini. Sanksinya bertahap, dapat teguran, pembekuan, dan pembubaran," ujarnya.
Seperti diketahui, FPI telah bertindak anarkis pada aksi unjuk rasa di depan gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/1) lalu. Aksi unjuk rasa itu dalam upaya menolak keras pembatalan Perda Miras. Massa melempari gedung Kemendagri dengan batu dan telur busuk. Atas insiden itu, FPI telah menyampaikan permintaan maaf dalam pertemuan dengan pihak Kemendagri yang difasilitasi oleh kepolisian.
Namun, Kemendagri belum dapat menerima permintaan maaf tersebut. Instansi ini telah melaporkan kasus perusakan yang dilakukan massa tersebut kepada Polda Metro Jaya. Tidak tertutup kemungkinan, FPI dan ormas lain yang melanggar dibekukan. "Kami sudah laporkan ke Kapolda, orangnya sudah kelihatan, mestinya ditindaklanjut. Saya bisa membekukan (ormas) itu sedang dalam pengkajian," imbuh Gamawan.
Gamawan berharap ormas dapat mewujudkan kewajibannya sebagai wadah masyarakat untuk berserikat, menyampaikan aspirasi dan buah pikiran. Namun jika ormas bertindak anarkis wajib diberikan sanksi. "Saya ingin lebih sederhana, apa kewajibannya, wujud kebebasan berserikat mengeluarkan pikiran. Tapi dalam rangka membangun bangsa dan negara, kalau anarkis tentu harus dihukum," tegasnya.
Instrospeksi Diri
Sementara itu, Menko Pohukam Djoko Suyanto mengimbau FPI untuk introspeksi diri dengan berbagai tindakan anarkis yang dilakukannya itu. Terlebih dalam berbagai aksi penertiban yang cenderung mengabaikan peran aparat keamanan. Untuk itu, FPI jangan heran kalau keberadaan mereka ditentang sebagian masyarakat di sejumlah daerah.
Menurut Djoko, penolakan ratusan orang di Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), menjadi masukan berharga. Masyarakat tidak menyukai tindakan FPI. "Mestinya bagi teman-teman di FPI menjadi masukan untuk introspeksi bahwa ada masyarakat kita yang tidak menyenangi tindakan FPI," kata dia.
Penolakan massa terhadap kehadiran FPI di Palangka Raya, lanjut Djoko, bisa menjadi deteksi dini.Langkah Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengumpulkan tokoh adat dan agama dianggap sebagai langkah tepat untuk meredam konflik. "Mencegah agar tidak menjadi konflik yang lebih dalam," ujarnya.
Seperti diketahui, massa berunjuk rasa di Bundaran Besar, Palangka Raya, Kalteng, Sabtu (11/2) lalu. Mereka menolak FPI berada di daerahnya. Unjuk rasa tersebut tidak hanya dilaksanakan di Bundaran Besar, tapi juga di Bandara Tjilik Riwut dengan tujuan menolak kehadiran pendiri FPI Habib Rizieq. Tapi Rizieq tidak ikut dalam rombongan tersebut, karena kondisi kesehatannya.(dbs/wmr)
|