JAKARTA, Berita HUKUM - Negara belum berhasil membebaskan pemudik dari ancaman kecelakaan fatal. Hingga 10 hari masa mudik Lebaran, sebanyak 574 orang tewas di jalan. Jika tidak ada langkah antisipasi yang konkret, bisa saja jumlah korban tewas akan terus bertambah mengingat pemudik akan memasuki masa arus balik.
Berdasarkan data dari Korps Lalu Lintas Polri, Selasa (21/8), kecelakaan selama arus mudik Lebaran berjumlah 3.291 kejadian dengan jumlah korban jiwa meninggal 574 orang. Jumlah kecelakaan dan korban ini meningkat dibandingkan kasus selama arus mudik Lebaran tahun lalu sebanyak 3.260 kejadian dengan total korban meninggal 549 orang.
”Keberpihakan pemerintah pada keselamatan masih dipertanyakan”, kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit ketika dimintai tanggapan soal tingginya angka korban tewas dalam kegiatan mudik.
Danang menambahkan, meskipun kecelakaan juga tidak lepas dari kedisiplinan pengemudi, pemerintah punya tanggung jawab besar untuk menegakkan hukum yang tegas. Selama ini, pemerintah terkesan membuat pembiaran atas mereka yang mudik dengan risiko kecelakaan tinggi, seperti pemudik sepeda motor yang membawa lebih dari dua penumpang ataupun anak-anak.
Data Korlantas Polri juga menunjukkan, hampir 70 persen dari kendaraan yang terlibat kecelakaan adalah sepeda motor.
Kecelakaan terbanyak terjadi di jalur pantai utara, pantai selatan, jalur tengah, dan jalur alternatif di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Total kecelakaan mencapai 1.732 kejadian dengan korban tewas 220 orang. Adapun kecelakaan lainnya tersebar di wilayah 28 kepolisian daerah lainnya.
Kecelakaan ini kebanyakan terjadi pukul 15.00-21.00 dengan persentase 32 persen dari total 3.291 kecelakaan. Faktor kelelahan dan mengantuk menjadi pemicu terbesar kecelakaan dengan jumlah 682 kasus. Pemicu kecelakaan kedua dan ketiga terbesar adalah prasarana jalan sebanyak 438 kasus dan kelaikan jalan sebanyak 374 kasus.
Kepala Bagian Operasi Korlantas Polri Komisaris Besar Bambang Sugeng mengatakan, banyak faktor yang memicu kenaikan jumlah kecelakaan dan korban saat arus mudik tahun ini. ”Tingginya mobilitas dengan kendaraan menjadi salah satu penyebab sehingga risiko kecelakaan tinggi,” ujarnya.
Bambang mengakui, melihat tingginya angka kecelakaan saat arus mudik, potensi kecelakaan saat arus balik masih besar. Yang kemungkinan berbeda adalah titik-titik kecelakaan terbanyak.
”Ada kemungkinan tidak sama dengan arus mudik karena titik keberangkatan saat arus balik berganti. Dengan demikian, titik lelah mereka akan berubah”, tambahnya.
Selama arus mudik, kecelakaan terbanyak terjadi di Jawa Tengah karena orang-orang berangkat dari barat ke tengah ataupun timur. Saat arus balik, jumlah kecelakaan terbanyak bisa saja berganti di wilayah Jawa Barat karena mereka berangkat dari tengah atau timur Jawa ke bagian barat.
Puncak arus balik diperkirakan terjadi pada Sabtu (25/8/2012) hingga Minggu (26/8/2012). Hal itu karena pada Senin (27/8/2012) sebagian besar masyarakat sudah kembali bekerja.
Untuk mencegah kecelakaan terjadi, Bambang mengatakan, jumlah personel yang diturunkan saat arus balik masih sama besarnya saat arus mudik. Personel kepolisian diturunkan di jalur utama dan jalur alternatif.
Selain itu, patroli polisi pun akan diintensifkan. ”Patroli polisi tidak hanya mengurai kemacetan tetapi juga memantau kecepatan pengemudi”, katanya.
Harus evaluasi
Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Muhammad Said menilai, tingginya korban tewas akibat kecelakaan selama Lebaran akan terus berulang selama tidak ada perbaikan dan evaluasi yang serius dari pemerintah.
Karena itu, DPR akan memanggil semua pihak yang terlibat dalam transportasi arus mudik Lebaran untuk mengetahui kelemahan. ”Minggu depan akan kami panggil”, ujarnya.
Danang menambahkan, jumlah personel kepolisian saat arus balik sebaiknya ditambah untuk mengimbangi volume kendaraan yang lebih besar saat arus balik. Banyaknya program mudik bareng yang tidak dibarengi dengan agenda balik bareng menjadi penyebabnya.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas saat arus mudik juga menjadi sorotan Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA). Ini karena korban yang meninggal dan terluka yang terjadi dalam kecelakaan akan berdampak pada anak-anak. Dampak secara langsung, anak yang ikut dalam perjalanan mudik dan menjadi korban tewas atau luka dalam kecelakaan.
Dampak tidak langsung terjadi ketika kecelakaan menewaskan orang dewasa. ”Dalam hal itu, anak akan kehilangan orangtua dan berpotensi menjadi anak telantar”, kata Koordinator Kampanye Mudik Ramah Anak Satgas PA Ilma Sovri Yanti Ilyas.
Hal itu dinilainya akan menambah angka anak telantar di Indonesia yang pada 2011 telah mencapai 5,4 juta anak. Dari pantauan Satgas PA selama arus mudik kemarin, keselamatan anak-anak masih terabaikan, khususnya oleh pemudik sepeda motor yang membonceng anaknya untuk perjalanan jarak jauh dengan risiko kecelakaan yang tinggi.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, hal yang tak kalah penting diperhatikan ialah kondisi kesehatan sopir.
Dia menambahkan, tidak hanya selama arus mudik Lebaran, pada kondisi normal pun sesungguhnya kecelakaan lalu lintas di Indonesia, juga dunia, telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menghitung kerugian akibat kecelakaan lalu lintas. Acuan data yang dipakai adalah data Polri yang mencatat 31.234 orang tewas akibat kecelakaan sepanjang tahun 2010 atau setiap jam terdapat 3 - 4 orang meninggal dunia.
Bappenas memperkirakan kerugian mencapai 3,1 persen dari total pendapatan domestik bruto negara. Total PDB 2010 mencapai Rp 7.000 triliun. Maka, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas sebesar Rp 203 triliun-Rp 217 triliun.
”Untuk tahun 2011 angkanya masih dihitung”, kata Direktur Transportasi Bappenas Bambang Prihantono yang dihubungi Kompas di Medan, Sumatera Utara, Demikian sebagaimana seperti yang dirilis kompas.com pada Rabu (22/8).(kmp/bhc/rby) |