JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengaku tidak terkejut dengan adanya kritikan dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) yang disampaikan pada Jumat (23/11/2018) LALU terhadap berbagai kinerja DPR RI. Menurutnya, kritikan tersebut merupakan upaya Formappi untuk mendorong DPR RI menjadi lebih baik dan bentuk rasa cinta rakyat kepada DPR RI agar bisa terus memperbaiki kinerjanya
Bamsoet, sapaan akrabnya berharap, kritikan tersebut juga bisa didengarkan oleh pihak pemerintah, sehingga harapan Formappi dan masyarakat, DPR RI lebih giat menyelesaikan RUU bisa tercapai. Karena sesuai dengan ketentuan yang ada, pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) di DPR RI harus bersama-sama dengan pemerintah. Ia menegaskan, DPR RI tidak bisa sendirian apalagi bertindak suka-suka.
"Intinya, kalau kita mau jujur pembahasan sebuah RUU tidak hanya tanggung jawab DPR RI saja. Melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama dengan pemerintah. Artinya, kita bisa lebih jauh lagi meneliti apa penyebab pembahasan sebuah RUU tertunda. Apakah karena disebabkan kelambatan di pihak DPR RI atau di pemerintah yang sering kali tidak hadir dalam rapat kerja dengan komisi terkait," jelas Bamsoet dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jumat (23/11).
Legislator Partai Golkar itu mencontohkan, misalnya pada pembahasan RUU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), pemerintah sampai saat ini belum mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), sehingga DPR RI belum bisa memulai pembahasannya.
Atau kendala lainnya seperti yang pernah terjadi pada pembahasan RUU Karantina Kesehatan. Karena adanya pergantian Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan yang mewakili pemerintah, Dirjen yang baru memerlukan waktu untuk mempelajari substansi RUU.
"Setelah terus menerus diberikan warning oleh DPR RI, bahkan saya sampai perlu menelepon Ibu Menteri Kesehatan, akhirnya rapat pembahasan bisa kembali dilanjutkan dan RUU tersebut bisa disahkan pada Juli 2018 kemarin," sambung Bamsoet.
Menurutnya, itu hanya sebagian contoh tentang bagaimana kendala yang dihadapi oleh DPR RI dalam membahas sebuah RUU. Karena itu awalnya dalam UU MD3, ada ketentuan pemanggilan atau menghadirkan secara paksa terhadap pihak-pihak yang diperlukan keterangannya oleh DPR RI. Dengan demikian, diharapkan kementerian yang mewakili pemerintah tidak terus menerus menghindar dalam membahas sebuah RUU. Sayangnya pasal pemanggilan tersebut dibatalkan oleh MK.
"Contoh lain, RUU tentang Pengaturan Peredaran Minuman berakhohol dan RUU Tembakau yang sudah melewati 10 kali masa persidangan belum juga tuntas, itu antara lain karena minimnya kehadiran dari pihak pemerintah. Semua ada catatannya di kesekjenan DPR RI," terang Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu juga menanggapi, terkait penilaian FORMAPPI bahwa DPR RI kini menjadi lembaga birokratis, tidak sepenuhnya tepat. Kehadiran aplikasi DPR Now! yang bisa di-download oleh setiap orang di smartphone-nya, justru membuat DPR RI menjadi lembaga yang terbuka.
"DPR saat ini justru seperti memasang CCTV raksasa agar rakyat bisa memantau dan mengakses setiap kegiatan kedewanan dari mulai Komisi I hingga Komisi XI plus alat kelengkapan dewan lainnya. Rakyat juga bisa langsung menuliskan kritik, saran, maupun apresiasi dan aspirasinya melalui aplikasi DPR Now!," kata Bamsoet.
Saat ini, masih kata legislator dapil Jawa Tengah VII itu, DPR RI juga semakin terbuka dan siapapun bisa datang ke DPR RI kapanpun mereka mau, tanpa ada yang menghalangi. Anggota dewan juga bisa ditemui dengan mudah tanpa adanya keprotokoleran yang kaku dan ketat seperti yang terjadi di negara-negara lain.
"Walau masa tugas periode kami kurang dari satu tahun lagi, namun percayalah kami tidak akan pernah berhenti untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Harapan saya kepada Formappi, jangan pernah lelah untuk terus kritik kami. Karena kritik bagi kami adalah vitamin," tandas Bamsoet.(ann/sf/DPR/bh/sya) |