Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Presiden
Khawatir Presiden Terpilih Bukan Orang Indonesia Asli, Guru Honorer SMK Uji UU Pemilu
2021-10-06 14:49:12
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) pada Selasa (5/10/2021). Permohonan yang teregistrasi Nomor 50/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Herifuddin Daulay yang berprofesi sebagai Guru Honorer SMK dari Dumai. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P. Foekh selaku dua hakim anggota lainnya, diselenggarakan di Ruang Sidang Panel MK dan diikuti secara daring oleh Pemohon. Pada permohonan ini, Pemohon mengujikan Pasal 227 dan Pasal 229 UU Pemilu yang dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

Hadir tanpa didampingi kuasa hukum, Herifuddin mengungkapkan alasan permohonannya bahwa bangsa dan kebangsaan Indonesia telah mengalami banyak kehidupan, mulai dari kehidupan di bawah kekuasaan kerajaan, penjajahan oleh bangsa lain, pergerakan perjuangan kemerdekaan, hingga reformasi. Berpedoman pada Pembukaan UUD 1945, jelasnya, bahwa tujuan utama perjuangan kemerdekaan adalah agar bangsa Indonesia dapat memimpin dirinya sendiri termasuk pula di dalamnya presiden yang memimpin yang hanya dari Warga Negara Indonesia (WNI) berkebangsaan Indonesia asli.

"Ini adalah pokok urusan utama dalam kehidupan bernegara di NKRI sebagai wadah bernaungnya bangsa Indonesia. Dan hal yang tidak bisa dipungkiri, lahirnya NKRI adalah oleh bangsa Indonesia, bumi putera, yaitu Warga Negara Indonesia bertumpah darah Indonesia," jelas Herifuddin.

Menurut Pemohon, UU 7/2017 yang berlaku saat ini untuk memilih presiden dan wakil presiden belum mencerminkan sebagai perpanjangan tangan aturan-aturan dasar UUD 1945. Bahwa masih terdapat kesalahan-kesalahan yang kategorinya fatal karena menyelisihi konstitusi. Kesalahan-kesalahan ini, sambung Herifuddin, bersifat fatal karena dapat menjadi celah kembalinya bangsa Indonesia dipimpin oleh bangsa lain namun berkewarganegaraan Indonesia.

Sistematika Permohonan

Dalam nasihat Majelis Hakim Sidang Panel, Hakim Konstitusi Arief memberikan beberapa catatan perbaikan untuk permohonan yang diajukan Pemohon. Di antaranya Pemohon diharapkan dapat membaca PMK Nomor 2 Tahun 2021, yang di dalamnya termuat pedoman sistematika permohonan. Selain itu, Pemohon juga diharapkan dapat mempelajari contoh permohonan yang baik pada laman MK (mkri.id) sehingga permohonan dapat menjadi sesuai dengan ketentuan hukum beracara MK.

"Dalam permohonan ini masih belum sesuai sistematikanya sehingga harus diperbaiki. Sistematikanya disesuaikan dan bukti yang dituliskan pada permohonan ini ditempatkan pada bagian tersendiri. Jadi, permohonan ini intinya terdiri dari uraian identitas, kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pmeohon, yang di dalamnya diuraikan subjek perseorangan lalu kerugian konstusionalnya yang diakibatkan oleh pasal ini. Lalu, kenapa pasal ini bertentangan dengan UUD 1945," saran Arief.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel memberikan nasihat agar Pemohon menguraikan kerugian konstitusional pihaknya sehingga terlihat pertentangan keberlakukan UU a quo dengan norma yang ditetapkan UUD 1945. Selanjutnya Pemohon juga diharapkan membaca Putusan MK yang pernah memutus perihal pengujian pasal yang juga diajukan oleh Pemohon pada perkara ini.

Sedangkan Hakim Konstitusi Saldi, meminta agar Pemohon dapat menjelaskan kerugian yang dialami Pemohon jika presiden yang dipilih/terpilih bukan orang Indonesia asli. "Jika Pemohon tidak bisa menjelaskan kerugian dengan berlakunya UU ini dan mengapa ini diajukan,maka permohonan ini dapat saja dianggap tidak memiliki kedudukan hukum sehingga permohonan berhenti karena tidak ada kerugian yang benar-benar dialami Pemohon atas berlakunya norma yang diujikan ini," tandas Saldi.(MK/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Presiden
 
  Syarief Hasan: Kita Harus Taat Konstitusi dan Demokrasi
  Tolak Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Melalui Dekrit, HNW: Indonesia Negara Hukum, Bukan Negara Kekuasaan
  HNW: Usulan Projo Masa Jabatan Presiden 2,5 Periode Tak Sesuai Dengan Konstitusi
  HNW: Kejagung Harus Usut Perusahaan Sawit Yang Sponsori Penundaan Pemilu
  HNW Mengajak Bangsa Indonesia Konsisten Menjalankan Konstitusi
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2