JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah anggota Komisi III DPR RI menyesalkan sikap arogansi Polri terkait pemanggilan anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio. "Kapolri perlu baca UU, Kapolri selalu membuat tindakan dan pernyataan yang terburu-buru. Sikap Kapolri arogan dan tidak professional terhadap pemanggilan Eko Patrio," tegas anggota Komisi III DPR Muhammad Syafi'i dalam jumpa pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (16/12).
Syafi'i (F-Gerindra) yang didampingi Masinton Pasaribu (F-PDIP), Dossy Iskandar (F-Hanura) dan Arsul Sani (F-PPP) menyampaikan hal itu menanggapi pemanggilan Eko Patrio oleh Mabes Polri, untuk dimintai klarifikasi terkait ucapannya yang menyebutkan penangkapan teroris Bekasi sebagai pengalihan isu kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Lebih lanjut Syafi'i mengatakan, pemanggilan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwasanya pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden sesuai ketentuan Pasal 224 ayat (5) UU MD3 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/20014. Pemanggilan anggota DPR, hanya bisa dilakukan tanpa izin Presiden jika berkaitan dengan kasus korupsi, narkoba dan terorisme.
Selain itu, Komisi III juga menyesalkan pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyebutkan pernyataan Eko Patrio dapat dipidanakan. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan pasal 224 UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 yang mengatur hak imunitas atau hak berbicara anggota DPR.
"Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan maupun tulisan di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR," tandas Syafi'i.
Tak hanya itu, Komisi III juga memberikan contoh pernyataan seorang Perwira Tinggi Polri yang dianggap berlebihan saat mengamankan aksi damai 411 dan 212. Disebutkan seorang Pimpinan Polri menyarankan anggota DPR untuk tidak masuk kantor saat aksi damai.
Seperti yang dikutip dari Tempo, "Saya yang pegang kuncinya. Jadi, kalau ada yang minta buka, suruh menghadap saya," kemudian pada sesi wawancara ia menyatakan "ketika ditanyakan bagaimana jika massa masuk ke gedung parlemen bersama anggota Dewan, Kapolda menyampaikan bahwa saya beri komando ke pasukan agar jangan kasih kesempatan anggota DPR masuk, seperti saat demo 4 November 2016, sekalipun yang minta Ketua DPR atau MPR."
Terkait pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. M. Iriawan itu, Komisi III menilai pernyataan tersebut merendahkan DPR sebagai lembaga negara. Padahal, DPR telah berperan aktif dalam membantu Polri untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam melakukan pengamanan unjuk rasa. Untuk itu, Komisi III DPR mendesak Kapolda Metro Jaya meminta maaf atas pernyataannya yang merendahkan institusi DPR sebagai lembaga negara.(ann,mp/DPR/bh/sya) |