JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menyesalkan berulangnya kasus salah tangkap yang dilakukan oleh Densus 88. Hal tersebut diungkapkannya kepada wartawan baru-baru ini menyusul kembalinya kasus salah tangkap dua warga Solo yang hendak ke mesjid. Setelah diperiksa, ternyata kedua warga Solo itu bukan teroris.
"Kasus salah tangkap seperti itu dinilai bisa mengurangi tingkat profesionalitas Densus 88 dalam memerangi terorisme di Indonesia. Apalagi, mereka yang salah tangkap juga mengalami tindak kekerasan fisik dan psikis," ungkap Saleh.
Politisi dari Fraksi PAN ini melanjutkan, kasus salah tangkap yang dilakukan Densus 88 bukan yang pertama sekali. Sebelum kasus ini, sebelumnya sudah beberapa kali terjadi kasus serupa. Dan yang juga disesalkan, walaupun sudah jelas salah tangkap, namun pihak Densus 88 atau Kepolisian RI secara kelembagaan kelihatannya belum pernah menyatakan permintaan maaf kepada korban dan juga publik.
Saleh berharap Kepolisian RI minta maaf kepada korban dan keluarganya. Bagaimanapun juga, korban dan keluarganya tentu merasa sangat dirugikan baik secara fisik maupun psikis. Selain itu ia juga meminta kepolisian melakukan perbaikan dalam prosedur penangkapan terduga teroris.
"Informasi intelejen yang diberikan kepada Densus 88 harus benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, Densus 88 sebagai eksekutornya tidak melakukan kesalahan seperti itu lagi," tegasnya.
Dijelaskannya, pada medio Mei tahun 2014 lalu kasus salah tangkap juga terjadi di Solo. Ketika itu yang ditangkap adalah Kadir dari desa Banyu Harjo. Begitu juga pada akhir Juli 2013, Densus 88 juga salah menangkap dua orang warga Muhammadiyah yaitu Sapari dan Mugi Hartanto. Sementara pada akhir Desember 2012, Densus juga salah tangkap terhadap 14 warga Poso.
"Kita memahami bahwa terorisme sangat mengancam eksistensi NKRI. Namun demikian, penanganannya harus betul-betul cermat dan hati-hati. Dengan begitu, prestasi-prestasi yang dimiliki kepolisian dan khususnya Densus 88 tidak ternodai," pungkasnya.(Ayu/dpr/bh/sya) |