JAKARTA-Meski telah ditangkap dan segera dipulangkan ke Tanah Air, Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru mengkhawatirkan keselamatan Muhammad Nazaruddin. Pasalnya, dia bisa bernasib sama seperti almarhum aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir yang tewas diracun di pesawat.
Hal ini bisa saja menimpa Nazaruddin, saat berada di pesawat menunju Indonesia dari Kolombia. Apalagi mengingat dia adalah saksi kunci dari sejumlah kasus dugaan korupsi yang belum tuntas dan masih berlangsung sangat panjang serta melibatkan sejumlah pihak.
"Saya sangat berharap dia tetap hidup. Ini penting untuk pengungkapan kasus besar. Bagaimana kalau dia di-Munir-kan? Di Indonesia ini, apa yang tidak bisa," kata Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/8).
Ketika ditanya mengenai pihak yang akan me-Munir-kan Nazaruddin, Abdullah tak langsung mau menunjuknya. Namun, dia yakin hal itu akan dilakukan orang di luar KPK. "Justru dari pihak luar (yang akan me-Munir-kan) Nazaruddin. Malah alih-alih tim penjemput juga bisa di-Munir-kan. Tim penjemput itu diisi oleh orang yang kredibel," jelas penasihat KPK ini.
Kemungkinan inilah yang membuat Komite Etik memulai kerja tanpa harus menunggu kehadiran Nazaruddin. Namun, keterangan Nazaruddin memang tetap diperlukan, karena sangat penting dalam menunjang kerja komite. Pasalnya, pemeriksaan yang dilakukan pihaknya hanya berdasarkan pemberitaan media massa. "Tapi komite Etik harus tetap jalan, tak perlu nunggu Nazar. Tapi ya kalau bisa dia datang biar hasil pemeriksaan optimal,” tandasnya.
Di tempat terpisah, kuasa hukum Anas Urbaningrum, Patra M Zein menilai, pemanggilan kliennya oleh Komite Etik KPK tidak memiliki dasar hukum dan tidak tepat. Sebab, dasar pemanggilan itu hanya tudingan Nazaruddin yang mengaku pernah bertemu Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah. Padahal, pertemuan itu terjadi sebelum kliennya menjadi Ketua Fraksi maupun Ketua Umum Partai Demokrat.
Patra berani menjamin bahwa kliennya membantah tuduhan sebagai pihak yang menikmati fee proyek, khususnya kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games dan pembangunan Stadion Hambalang. "Pak Anas tidak tahu sama sekali. Apa yang mau dijelaskan? Ini harus jadi pertimbangan komite sebelum memanggilnya," jelas mantan Ketua YLBHI tersebut.(spr/rob)
|