JAKARTA, Berita HUKUM - Rapat Konsultasi Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi II DPR, Ketua Kelompok Fraksi Komisi II, dengan Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri menghasilkan tiga kesimpulan. Demikian dikatakan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, usai rapat di Gedung Nusantara III, Senin (4/5).
Kesimpulan pertama, kata Fadli, DPR merekomendasikan hasil Panitia Kerja (Panja) Pilkada Komisi II DPR harus dimasukkan di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“Kedua, DPR akan akan mencarikan jalan untuk melakukan revisi Undang-undang (UU) Parpol dan UU Pilkada. Kemudian, Pimpinan DPR juga akan melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK),” jelas Fadli saat memberikan keterangan persnya, sambil didampingi Pimpinan Komisi II DPR.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Panja Pilkada Komisi II mengeluarkan tiga rekomendasi ke KPU. Pertama, kepengurusan partai politik bermasalah diselesaikan melalui lembaga peradilan (bersifat inkrah).
Kedua, jika proses putusan berkekuatan hukum tetap membutuhkan waktu yang panjang, KPU mengusulkan agar dilakukan islah antar kepengurusan partai yang berkonflik, sebelum pendaftaran calon 26-28 Juli. Ketiga, jika inkrah dan islah tak terwujud, KPU dapat memutuskan kepengurusan yang berhak mengajukan pasangan calon adalah kepengurusan parpol yang telah mendapatkan putusan pengadilan terakhir.
“Seluruh fraksi dan Komisi II dengan tegas sepakat bahwa poin ketiga (rekomendasi Panja Pilkada) harus dimasukkan dalam PKPU tentang Pencalonan. Tapi dari KPU merasa belum bisa memasukkan karena dianggap belum ada payung hukum atau UU yang jelas. KPU tetap bersikeras, itu sangat mengherankan,” tegas Fadli.
Padahal, tambah Politisi asal Dapil Jawa Barat V ini, pihaknya sudah menyampaikan bahwa rekomendasi DPR sifatnya mengikat sesuai UU No 17 tahun 2014 tentang MD3, untuk itu KPU wajib menjalankan rekeomendasi tersebut. “Kami kaget tadi KPU bilang mereka bukan pejabat negara dan pejabat pemerintah, kan itu hal aneh,” imbuhnya.
Revisi UU itu, jelas Fadli, akan diusulkan sesuai mekanisme yang ada di DPR dan diserahkan kepada Komisi II DPR. Namun, jika KPU nantinya tetap tidak mau memasukkan ketentuan ini, maka dipastikan akan menimbulkan implikasi dalam pilkada misalnya, akan timbul konflik politik dan sosial di daerah.
“Kalau kita mau rigid (kaku) kepada hukum, sesungguhnya ada hasil dari MK bahwa rezim pilkada bukan pemilu, maka penyelenggaranya bukan KPU. Tapi kita mau cari solusi masalah, sistem ketatanegaraan kita belum sempurna maka kita harus kompromi sambil penyempurnaan,” kata Fadli.
Sementara itu, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan itu, dan akan tetap melaksanakan pilkada sesuai dengan yang sudah ditetapkan di PKPU.(sf/dpr/bh/sya) |