JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mabes Polri menyatakan bahwa dua korban unjuk rasa yang tewas dalam bentrok di pelabuhan Sape, Lambu, Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (24/12) lalu, akibat luka tembak dari jarak dekat. Pasalnya, tidak ditemukan peluru yang bersarang di tubuh masing-masing korban.
Hal tersebut merujuk pada hasil otopsi yang dilakukan terhadap kedua korban, Arif Rahman dan Syaiful. "Hasil otopsi dari dua korban, tidak ada peluru yang bersarang di tubuh. Artinya itu adalah luka tembak jarak dekat," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/12).
Mengenai jenis peluru yang digunakan aparat itu, Saud belum dapat memastikannya. Pasalnya, peluru karet pun bisa menembus tubuh manusia. Ia pun bersikukuh bahwa korban kasus itu tetap dua orang, karena polisi sudah melakukan pengecekan ke seluruh kantor polisi dan rumah sakit. "Peluru karet kalau ditembakan dari dekat bisa tembus. Kedua korban itu lukanya di perut kanan tembus perut kiri," ucapnya.
Saud juga menambahkan, pihaknya sudah mengamankan sembilan pucuk senjata yang digunakan anggota kepolisian saat melakukan pembubaran massa di Pelabuhan Sape. "Telah dikumpulkan senjata di lapangan sebanyak sembilan pucuk. Senjata itu telah dikirim ke laboratorium forensik untuk pemeriksaan laboratorium," jelasnya.
Sedangkan tim Irwasum Polri sudah memeriksa 40 anggota kepolisian yang terlibat dalam bentrokan tersebut. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan rekaman untuk melihat aksi kekerasan saat pembubaran tersebut. "Tim sudah memeriksa 20 orang anggota Brimob, 18 anggota Shabara dan dua perwira pengendali lapangan," jelas dia.
Mengenai situasi di Bima sendiri, menurut Saud kini sudah kondusif. "Kapolri semalam sudah mengadakan dialog. Untuk kantor instansi pemerintah yang dibakar secepatnya dicari solusinya sehingga bisa melayani masyarakat," imbuh dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, ratusan polisi bertindak kasar terhadap warga yang tergabung dalam Front Reformasi Anti-Tambang (FRAT) yang menguasai Pelabuhan Sape yang merupakan jalur penghubung antara NTB ke NTT. Dampak aksi polisi itu, menyulut tindak anarkis dengan pembakaran dan perusakkan sejumlah kantor polisi dan rumah dinas polisi serta kantor dan rumah dinas miliki pemerintah setempat.(tnc/bie)
|