JAKARTA, Berita HUKUM - Thalib Abbas (70) mengalami hari luar biasa enam hari kemarin. Dia diculik, diperlakukan tak sopan dan kurang ajar oleh pria-pria berbadan besar yang usianya jauh lebih muda darinya. Mereka mengasarinya, mengikat tangannya dengan rantai sepanjang hari, memborgol kakinya, memaki dan membentaknya.Padahal Thalib sudah renta. Jalannya sudah pincang, tubuhnya bongkok, dan dia berjalan terseret-seret bahkan perlu dipapah saat berjalan jauh.
"Mereka mau memukul mental saya. Mereka bilang mau membunuh saya. Untung polisi cepat datang. Kalau tidak saya tak tahu lagi apa yang akan terjadi," ujar Thalib di hadapan wartawan saat kasusnya dirilis di Posko Pengamanan Konferensi Asia-Afrika di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/4).
Di sebelahnya ada Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Unggung Cahyono, yang tertawa lebar mendengar ucapan terima kasih Thalib. Kapolda merangkul pundak Thalib, lagi-lagi dengan tertawa lebar.
Polisi membebaskan Thalib di Perumahan Monalisa II di Jalan Harpa 11 No 11, Kelurahan Cilodong, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat pada Minggu (19/4). Saat Thalib dibebaskan ada tiga pelaku yang menjaganya di rumah itu diringkus polisi.
Thalib cuma korban. Dia diculik karena anaknya, Kemal punya hutang Rp 8,9 milliar kepada seorang lelaki asal Bogor, Jawa Barat, berinisial MAM.
Hutang itu sudah ada sejak tahun 2010. Penyebabnya sang anak punya usaha investasi bodong. Dan MAM termasuk banyak berinvestasi disana sampai akhirnya merugi Rp 8,9 milliar.
Makanya tahun 2013 MAM pernah menculik Kemal dan menghajarnya habis-habisan sampai rahang dan tangan Kemal patah-patah.
Saat itu Kemal dibebaskan setelah keluarganya menebus Rp 2 milliar. "Saya sudah enam bulan ini tak ketemu anak itu (Kemal)," ucap Thalib kepada Warta Kota, sore tadi. Dia kelihatan agak kesal.
Di hari penculikan, Selasa (14/4) lalu, Thalib baru selesai Sholat Isa. Dan rumahnya kosong, anak dan istrinya sedang pergi sejak siang dan belum pulang sampai pukul 21.00 Wib.
Ada lima pelaku yang datang, mereka menanyai keberadaan Kemal. Tapi lantaran tak ada, kelimanya lekas memaksa Thalib ikut.
Dia diangkat oleh kelima pelaku ke dalam mobil yang parkir di depan rumah. Salah satu pelaku kemudian mengikat tangan Thalib dan menutup matanya rapat-rapat. Dia tak dapat melihat apapun dan tak bisa mendengar.
Thalib sama sekali tak tahu dia dibawa kemana. Sepanjang jalan kakek renta ini cuma memohon dibebaskan dan berkali-kali merengek agar dirinya tak dibunuh.
Dia menjanjikan ke para pelaku bahwa anaknya akan membereskan hutang-hutang itu. Dia tak tahu itu berapa jam kemudian, tapi setelah Ia bebas, Ia baru tahu bahwa 5,5 jam setelah Ia diculik, Ia ternyata tiba di Anyer, Banten.
"Saya cuma mendengar suara ombak saat itu. Tapi saya tak tahu itu dimana. Tapi yang saya tahu berarti saya ada dipinggir laut," ucap Thalib.
Dia menebak-nebak dirinya tengah berada di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, tapi tak menebak bahwa dirinya berada di Anyer, Banten.
Selama disekap, Thalib ditaruh di ruang tertutup. Pelaku memperlakukannya dengan kasar. Mengikat tangannya dengan rantai, dan memborgol jempol kakinya. Kemudian uang makan pun Ia tanggung sendiri.
Pelaku mengambil dompet Thalib yang berisi uang Rp 650.000,-. Dari situlah pelaku mengambil uang untuk membeli makanan Thalib.
"Saya sekitar dua malam di rumah penyekapan di pinggir laut itu. Setelah itu saya dibawa pergi lagi," ucap Thalib. Lagi-lagi dia dibawa dengan mata tertutup.
Tempat penyekapan kedua Thalib tak tahu lagi dimana Ia berada. Dia buta soal tempat penyekapan kedua. Tak ada tanda-tanda alam yang bisa dia jadikan patokan seperti di rumah penyekapan pertama.
Tapi Thalib sudah memperkirakan Ia kembali ke arah Jakarta. Sebab udaranya cenderung panas di rumah penyekapan kedua itu. Dia selanjutnya berada empat hari di rumah itu sampai akhirnya polisi datang membebaskan dia.
Sebelum akhirnya dibebaskan, pelaku sempat menghubungi keluarga dan meminta uang tebusan sebesar Rp 400 juta. Keluarga baru membayar Rp 25 juta dan polisi sudah menemukan lokasi penyekapannya. Polisi meringkus enam orang dari kasus ini.
Seorang otak penculikan berinisial MAM, dan perencana penculikan bernama Denie Queen (35), dan empat lainnya adalah anak buah Denie yang membantu aksi penculikan.
Sedangkan masih ada dua anak buah Denie yang merupakan anggota TNI AD kini jadi buron polisi. Kedua anggota TNI itu ikut dalam aksi penculikan dan diberikan imbalan masing-masing Rp 4 juta.
Kasus ini terungkap oleh Unit 2 Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Operasi pembebasan dan pengungkapan dipimpin langsung oleh Kanit 2 Subdit Jatanras, Komisaris Arsya Khadafi, polisi lulusan Akademi Kepolisian Tahun 2002.(fb/PoLdaMetroJaya/bh/sya) |