JAKARTA, BeritaHUKUM - Terkait polemik kepemilikan bidang tanah dan bangunan Jalan Pasar Pagi Nomor 109 Roa Malaka Jakarta Barat, Iwan Chandra Sinyem pemilik sah bidang tanah dan bangunan tersebut bersama Kuasa Hukumnya Irfan Fadhly Lubis, SH membantah keras pernyataan Teddy selaku Kuasa Hukum dari warga lansia bernama Kwok Joen Fong (73) yang menempati bangunan Jalan Pasar Pagi Nomor 109 Roa Malaka Jakarta Barat seperti yang diberitakan di media dan Tribunnews pada hari Jumat, 9 Agustus 2024: (https://jakarta.tribunnews.com/amp/2024/08/09/45-tahun-tinggal-sendiri-lansia-di-tambora-cemas-diancam-keluar-dari-rumahnya
Sekaligus membantah pernyataan Kwok Kwet Ho selaku kerabat penghuni bangunan Kwok Joen Fong di media Rakyat.news pada hari Kamis, 8 Agustus 2024: https://rakyat.news/read/103062/nasib-pilu-wanita-lansia-korban-mafia-tanah/3).
Irfan Lubis mengatakan pernyataan Teddy dan Kwok Kwet Ho di kedua media online nasional tersebut sepihak dan tidak benar karena mereka tidak menceritakan kronologis bangunan secara lengkap.
"Jadi kita undang wartawan hari ini untuk mengklarifikasi, terutama membantah sekaligus meluruskan pernyataan Pak Teddy di Tribunnews dan Pak Kwok Kwet Ho di Rakyat.news tersebut," ungkapnya di Kantor LBH Galang Kemajuan Indonesia di Jakarta, Jumat (16/8).
Kronologis yang benar menurut Irfan pada hari Minggu pagi tanggal 2 Juni bangunan tua yang sudah berusia hampir 100 tahun itu roboh karena bencana dan sudah masuk berita nasional (TV dan Online) dimana penghuni rumah dievakuasi dan dikosongkan oleh pihak Damkar, Pemerintah dan sore harinya diberi tanda Police Line oleh Polsek Tambora.
"Justru kalau tidak ada bangunan baru yang mengapit,bangunan tua itu sudah rata sama tanah, sehingga masih terselamatkan nyawa lansia itu," ujarnya.
"Tetapi pernyataan Teddy dan Kwok Kwet Ho bahwa kita yang merusak itu kita bantah, karena yang dikerjakan itu khan bangunan milik kita sendiri apalagi kita sudah menyurati pemerintahan terhadap kelayakan bangunan dan diuji serta kita juga sudah koordinasi dengan pihak RT, RW. Karena tidak ada tanggapan dari Pemerintah dan hanya meninjau saja tidak ada menyampaikan saran dll hanya memasang spanduk peringatan saja kita sebagai pemilik kan khawatir terhadap masyarakat yang lalu lalang jika terjadi peristiwa yang sama maka kita surati pihak terkait supaya bangunan itu segera dirobohkan dan kita bangun kembali," imbuh Irfan menambahkan.
Selain itu, Irfan juga membantah keras pernyataan Teddy di media Tribunnews dan Kwok Kwet Ho (Kerabat dari Ny. Kwok Joen Fong) di Rakyat.News bahwa pihaknya mengerahkan ormas untuk mengintimidasi penghuni bangunan. Padahal kata dia itu adalah tukang bangunan yang ditugaskan untuk merobohkan bangunan supaya tidak membahayakan masyarakat sekitar.
"Justru yang kita tahu merekalah yang memakai jasa ormas tertentu (FBR) untuk mengawal rumah pada saat kita melakukan pembongkaran disitu ada ormas FBR yang menghalang-halangi pekerjaan kita tapi kok malah mereka membalikkan fakta bahwa kita yang memakai ormas padahal itu tukang bangunan kebetulan pemborongnya pakai jasa tukang orang Timur, tidak ada itu kita pakai ormas-ormas," tegasnya.
Kalau mereka katakan tukang bangunan asal Timur itu anarkis dan ormas jadi sebetulnya mereka itu sudah menyebarkan isu SARA dan diskriminasi, padahal kata Irfan pada saat pembongkaran tersebut suasana sangat kondusif dan aman.
"Selain itu tujuan kita membongkar karena bangunan sudah tidak layak makanya tindakan kita untuk membangun bangunan baru demi keselamatan dan kenyamanan masyarakat sekitar. Selain itu bangunan itu juga tidak bisa lagi direnovasi," katanya.
Sebelum keluarnya pernyataan Teddy di media Tribunnews dan Kwek Kwet Ho di Rakyat.news, Irfan mengatakan kedua belah pihak (Pemilik dan Penghuni) bangunan bertemu di forum mediasi dan membuat kesepakatan bersama di Polsek Tambora pada hari Kamis, 1 Agustus 2024 yaitu:
1. Kedua belah pihak tidak melibatkan Organisasi masyarakat atau LSM.
2. Tidak melakukan tindakan yang dapat menganggu ketertiban umum dan keamanan di wilayah lokasi sekitar yang dipermasalahkan kepemilikan tanah dan bangunan.
3. Tidak melakukan intimidasi, provokasi kedua belah pihak.
4. Tidak melakukan pembongkaran dan pembangunan dilokasi tanah dan bangunan yang dipermasalahkan kedua belah pihak tanpa ijin dari instansi terkait.
5. Kedua belah pihak dilarang melakukan tindakan pidana (Penganiayaan, Pengeroyokan, Kekerasan Fisik dan Aksi Anarkis).
"Setelah mediasi tersebut kog malah mereka yang melanggar kesepakatan dan bikin rusuh termasuk menghalangi-halangi kita," ucapnya.
Irfan menegaskan Iwan Chandra Sinyem berhak atas tanah dan bangunan Jalan Pasar Pagi Nomor 109 Roa Malaka dengan bukti kepemilikan berupa SHGB 771/Roa Malaka dengan luas 66 meter persegi.
"Bukti kepemilikan kami jelas dan sah berdasarkan akta pemindahan dan penyerahan hak nomor 33 tahun tanggal 24 Nopember 2015 dibuat dihadapan Zainal Abidin, SH selaku Notaris dan PPAT wilayah Jakarta Barat," pungkasnya.
Sementara, ditempat yang sama, Iwan Chandra Sinyem mengatakan semua pihak harus kembali kepada kepemilikan yang sah dan awal perolehan tanah bangunan yang jelas.
"Bukan hanya satu dua bidang saja dan telah melalui serangkaian pengujian. Permasalahan bisa diselesaikan kalau aparat benar dalam hal ini RT RW. Kalau kita disini selalu dipersulit, kita minta permohonan dan pengajuan mereka selalu menolak dan menghindar. Dugaan saya Ada indikasi mereka ini komplotan mafia tanah, dengan modus memanfaatkan lansia untuk menempati hak orang lain untuk menguasai tanpa hak dan dibelakangnya ada oknum tertentu," tuturnya.
Iwan Chandra juga menilai Ketua RW 02 Roa Malaka, Wiyono Djaya alias WD telah melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Rukun Tetangga dan Rukun Warga.
"Sudah jelas pada Pasal 28 di Pergub tersebut sudah diatur masa jabatan Pengurus RW. Ini kog bisa menjabat Ketua RW sampai 20 tahun dan itu adalah hal yang tidak wajar. Waktu mediasi pertama di posko RW, RW memprovokasi dan memanas-manasi bukan sebagai penengah, seharusnya RW sebagai pejabat dapat menengahi hal tersebut dan tidak memihak yang satu dengan yang lain dan pas mediasi kedua di Polsek Tambora, saya bersama Kuasa Hukum datang untuk melaksanakan mediasi tersebut namun RW tersebut malah menghilang tanpa kabar yang jelas," bebernya.
Iwan Chandra menambahkan dari penelusuran Satgas Anti Mafia Tanah. Bareskrim Polri mulai ada titik terang ada keterlibatan di dalamnya. Sekarang tidak mungkin kepemilikan sertifikat ada dua berarti ada yang tidak benar.
"Saya berharap kedepannya temuan Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri menjadi temuan yang bisa menyelesaikan permasalah kepemilikan tanah bangunan Pasar Pagi Roa Malaka," ujarnya
"Roa Malaka ini cikal bakal ekonomi nasional. Membangun sentra ekonomi Roa Malaka ini adalah ratusan tahun bukan puluhan tahun menjadi pusat niaga bahkan dari mancanegara datang kesini. Ini musti kita jaga dan oknum oknum yang bermasalah harus diganti," tutup Iwan Chandra Sinyem.
Terkait masalah ini, awak media telah mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut kepada Ketua RW 02 Roa Malaka Wioyono Djaya, namun hingga batas tenggat (deadline), Ketua RW 02 Roa Malaka Wioyono Djaya tersebut tak juga merespon upaya konfirmasi tersebut.(bh/mnd) |