Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Pilkada
Lagi, Aturan Pengunduran Diri Bagi PNS dalam UU Pilkada Digugat
Friday 01 May 2015 03:52:01
 

Kotan Y. Stefanus (tengah) mewakili Pemohon Prinsipal lainnya saat menyampaikan pokok-pokok pemohonan dalam sidang perdana uji materi UU Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Rabu 929/4) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Aturan yang mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mengundurkan diri ketika mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa akademisi yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Cendanamengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ini. Sidang perdana perkara yang teregistrasi dengan Nomor 49/PUU-XIII/2015 ini digelar pada Rabu (29/4) di Ruang Sidang Pleno MK.

Dalam permohonannya, para pemohon yang merupakan PNS, mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN dan Pasal 7 huruf t UU Pilkada. Menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan (3) UUD 1945. Ketiga pasal tersebut dinilai para pemohon diskriminatif.

“Ketika hadir UU ASN dan juga UU Pilkada terdapat beberapa pasal yang membatasi hak kami sebagai PNS untuk terlibat dalam pilkada. Pembatasan yang diatur dalam kedua UU bertentangan dengan hak asasi sebagai warga negara yang terlibat dalam proses Pilkada. Kehadiran pasal-pasal itu menjadi diksriminatif,” papar Kotan Y. Stefanus yang mewakili para pemohon.

Pemohon mendalilkan materi muatan ketiga pasal tersebut secara filosofis bertentangan dengan asas pemilihan umum, khususnya dalam asas umum yang artinya bahwa setiap warga negara berhak untuk ikut memilih dan dipilih dalam pemilihan umum (rights to vote and rights to be candidate). Asas pemilihan umum, lanjut Kotan, khususnya asas bebas yang artinya setiap warga negara memiliki hak untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Untuk itulah, dalam permohonannya, Pemohon meminta agar MK membatalkan ketiga pasal tersebut. Selain itu, para pemohon juga menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dari PNS yang hendak mencalonkan diri dan/atau dicalonkan menjadi calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, dan calon wakil walikota wajib memberitahukan pencalonannya kepada pimpinan instansinya dan diberhentikan dari jabatan negeri.

“Serta menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dari PNS yg telah ditetapkan oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU) sebagai pemenang atau terpilih dalam pemilihan langsung gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota dapat menjalankan tugasnya sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota dan tidak kehilangan statusnya sebagai PNS,” terangnya.

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams dengan didampingi Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan I dewa Gede Palguna memberikan saran perbaikan kepada para pemohon. Majelis Hakim menjelaskan Mahkamah Konstitusi pernah memutus beberapa perkara serupa meski berbeda UU yang diajukannya, di antaranya Perkara Nomor 12/PUU-XI/2013. “Ada putusan mengenai soal ini, walaupun dalam undang-undang yang berbeda dan itu ditolak. Mohon dipertimbangkan, apakah ini mau diteruskan atau bagaimana? Karena kami sudah ada putusan tentang hal itu, sudah beberapa kali,” sarannya.

Sementara terkait dengan petitum, Palguna menjelaskan petitum Pemohon angka 5 yang menyebut “Menyatakan dan memutuskan bahwa pegawai ASN dari PNS yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang atau terpilih dalam pemilihan langsung gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota dapat menjalankan tugasnya sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati” lebih ditujukan untuk legislative review di DPR.

“Tampaknya permohonan ini lebih tepat merupakan permohonan legislative review daripada judicial review. Karena kan kalau di sini kami tidak boleh merumuskan norma. Yang bisa merumuskan norma itu adalah pembentuk undang-undang, DPR bersama dengan presiden, makanya kami disebut negative legislator. Mereka yang merumuskan, kami cuma bisa mencoret kalau kami menganggap atau Mahkamah menganggap itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,” jelasnya.

Sedangkan Wahiduddin menyarankan agar pemohon memaparkan kerugian yang dialaminya dengan berlakunya pasal-pasal tersebut. “Dipertajam misalnya kerugian yang potensial dan kerugian materiil itu. Apa hanya itu kerugiannya? Potensial kalau diberhentikan sementara, hak-hak keuangannya misalnya. Nah, ini diuraikan karena kalau hal ini mau dilanjutkan,” tandasnya.(LuluAnjarsari/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Pilkada
 
  Pramono Anung-Rano Karno Menangi Pilkada Jakarta 2024
  Tanggapi Pernyataan Jokowi, Mahfud: Enggak Biasa...
  Peneliti: 57 Calon Dinasti Politik Menang Pilkada 2020
  Komisi II Apresiasi Tingginya Partisipasi Pemilih Kepri pada Pilkada Serentak 2020
  Calon Tunggal Pilkada Kutai Kartanegara Hadapi Gugatan di MK, Warga Harapkan Keadilan
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2