LHOKSEUMAWE, Berita HUKUM – Berdasarkan catatan Dinas Pekebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Utara, sisa hutan lindung di kabupaten tersebut seluas 44 ribu hektar lebih, Selasa (26/3).
Kepala Disbunhut Aceh Utara, Edy Sofyan, kepada pewarta BeritaHUKUM.com menyebutkan, dari jumlah luas hutan 44 ribu hektar lebih itu terbagi dua, diantaranya hutan lindung atau Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 7, 783 hektar dan hutan produksi seluas 36, 323 hektar.
Kawasan hutan lindung Cut Meutia itu, masing–masing berada di Kecamatan Murah Meulia seluas 845 hektar, Kecamatan Paya Bakong seluas 650 hektar, kemudian di Kecamatan Langkahan seluas 1.986.
Sementara jumlah hutan Produksi berada di Kecamatan Sawang, yaitu seluas 7989.30 hektar, Kecamatan Nisam seluas 4727.80, Kecamatan Murah Meulia seluas 3909.00, Kecamatan Paya Bakong seluas 4312. 01 hektar, Kecamatan Cot Girek seluas 10891.00 serta di Kecamatan Langkahan seluas 1263.89 hektar.
Edy Sofyan menambahkan, sejumlah hutan tersebut diatas hanya tersisa 44 hektar, selebihnya mengalami kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas pembalakan liar serta faktor alam seperti erosi dan lain sebagainya.
Namun dinas perkebunan dan kehutanan tengah melakukan reboisasi pada titik-titik tertentu agar hutan lindung di Aceh Utara terjaga kelestarianya, pungkasnya.
Sementara itu Ketua LSM Acheh Future, Razali Yusuf menilai bahwa, dinas kehutanan Aceh Utara kurang mengawasi dan menjaga hutan ini. Diungkapnya, kerusakan hutan tersebut diakibatkan oleh aktivitas pembalakan liar yang sampai saat ini masih merajalela.
Namun melihat kenyataan tersebut, sepertinya para pelaku Ilegal Logging dibiarkan terus merusak kelestarian hutan, sementara instansi terkait bahkan aparat penegak hukum terkesan diam saja. "Tolong, dihukum sesuai UU yang berlaku terhadap pelaku perusakan hutan tanpa ada pandang bulu," tandas Razali.(bhc/sul) |