JAKARTA, Berita HUKUM - Eva tampak serius mengamati deretan pot bunga yang terbuat dari tembikar. Telapak tangannya disapukan ke permukaan salah satu pot, untuk memeriksa kekokohan barang tersebut.
Eva adalah salah seorang dari ribuan pengunjung di toko furnitur IKEA yang terletak di Alam Sutera, Tangerang, Provinsi Banten. Dia mengaku rajin menyambangi toko itu untuk membeli beragam keperluan rumah tangga.
Ketika ditanya mengenai kasus merek yang melibatkan toko tersebut, dia mengangguk tanda mengerti. "Saya sudah mendengar kasus ini. Tapi saya sih merasa tidak terpengaruh. Saya akan tetap datang ke sini," kata Eva.
Selama nyaris dua pekan terakhir, Eva dan publik Indonesia lainnya disajikan pemberitaan mengenai perusahaan raksasa mebel asal Swedia, IKEA.
Melalui putusan Mahkamah Agung yang dipublikasikan ke ranah publik pada awal bulan ini, merek dagang perusahaan tersebut dihapuskan di Indonesia. Akibatnya, cap IKEA tak lagi bisa menempel pada dua jenis barang, yakni perabot rumah yang terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah untuk rumah tangga yang terbuat dari porselin atau tembikar.
Dalam klasifikasi hak kekayaan intelektual Indonesia, kedua jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21.
Duduk perkara
Sebagaimana dijelaskan Direktur Jenderal Hak kekayaan Intelektual dari Kementerian Hukum dan HAM, Ahmad Ramli, Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010.
Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
"Direktur Merek kemudian mengeluarkan usul tolak. Karena usul tolak ini, pemohon kemudian mengajukan ke pengadilan dengan alasan non-use, artinya jika suatu merek tidak digunakan dalam tiga tahun, maka merek itu bisa dicoret atau dihapus," kata Ahmad Ramli kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Dalih yang digunakan oleh PT Ratania Khatulistiwa ialah Pasal 61 ayat 1 huruf a UU Merek yang berbunyi:
"Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal."
Pada 17 September 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan merek IKEA di kelas 20 dan 21 harus dicabut. Atas vonis ini, Inter Ikea System BV mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Tapi, pada 12 Mei 2015, MA mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi.
Juru bicara MA, Suhadi, menolak menjelaskan dasar penolakan yang diputuskan majelis hakim yang diketuai Syamsul Maarif dan beranggotakan Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha.
Namun, dia mengakui ada perbedaan pendapat di antara hakim.
"Hakim agung Sumanatha memilih dissenting opinion dan menyatakan gugatan PT Ratania haruslah ditolak," kata Suhadi.
Tetap buka
Lantas, apakah akibat putusan tersebut, IKEA tak lagi bisa memperdagangkan produk-produk mereka di Indonesia?
Tony Mampuk, kepala divisi hubungan pemerintah IKEA Indonesia, membenarkan bahwa putusan MA menghapus merek IKEA pada 2010.
"Tetapi yang tidak terungkap bahwa Inter Ikea System BV telah melakukan registrasi ulang ke Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada 2012 dan disetujui atau terdaftar pada 2014. Sertifikat tahun 2014 sampai dengan hari ini masih berlaku dan valid dan dilisensikan secara eksklusif oleh Inter Ikea System BV ke PT Hero Supermarket. Jadi bisa dibilang, secara dampak, putusan (MA) itu tidak berdampak selain menghapus trademark 2010 yang telah digantikan pada 2014," kata Tony.
Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA dialihkan ke pihak lain. Atas alasan itu pula, toko IKEA di Alam Sutera, Tangerang, tetap buka.
BBC Indonesia berupaya beberapa kali menghubungi PT Ratania Khatulistiwa di Surabaya selaku penggugat merk IKEA, namun perusahaan tersebut belum kunjung memberikan tanggapan.
Sorotan
Masalah merek ini mendapat sorotan dari sejumlah akademisi. Profesor Muhammad Hawin, dosen kajian persaingan usaha dari Universitas Gajah Mada, misalnya.
Menurutnya, dalam beberapa kasus merk yang disengketakan di pengadilan, hakim tidak melindungi merek terkenal.
"Semangat untuk melindungi investor asing belum tinggi," katanya.
Heru Susetyo, dosen kajian hukum masyarakat dan pembangunan dari Universitas Indonesia memandang kasus merk IKEA adalah cerminan bahwa hukum di Indonesia kurang mendukung investasi dan inovasi.
"Ada dua hal. Pertama, produk hukumnya belum ada atau kurang mendukung iklim investasi dan teknologi di Indonesia. Jadi ini bukan hanya masalah IKEA ya," ujar Heru seraya menyebut sejumlah contoh, seperti kasus transportasi ojek online dan kasus perakit televisi.
Hal ini, menurutnya, tantangan bagi dunia hukum di Indonesia yang perkembangannya lebih lambat dari perkembangan teknologi dan ekonomi.
"Ini membuat para investor atau pengusaha jadi berpikir panjang untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya," kata Heru.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa merek dagang IKEA harus dicabut pada dua jenis barang, yakni perabot rumah yang terbuat dari kayu, gabus, rumput, rotan, dan plastik serta wadah untuk rumah tangga yang terbuat dari porselin atau tembikar. Dalam klasifikasi hak kekayaan intelektual Indonesia, kedua jenis barang itu masuk kelas 20 dan 21.
Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
Inter Ikea System BV selaku pemegang merek IKEA telah mendaftarkan mereknya pada berbagai jenis barang, termasuk kelas 20 dan 21, pada Ditjen HAKI pada 2010. Tiga tahun kemudian, PT Ratania Khatulistiwa dari Surabaya melayangkan gugatan untuk menghapus merek IKEA.
Inter Ikea System BV telah melakukan registrasi ulang ke Direkrorat Jenderal HAKI di Indonesia pada 2012 dan disetujui atau terdaftar pada 2014.
Pihak IKEA Indonesia menambahkan bahwa amar putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu menyebutkan mengenai penghapusan merek dagang IKEA pada dua jenis barang, tapi tidak disebutkan bahwa merk IKEA dialihkan ke pihak lain.(BBC/bh/sya) |