ISLAMABAD (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Agung (MA) Pakistan menyatakan Perdana Menteri Yusuf Raza Gilani bukan orang yang jujur dan telah melanggar sumpah jabatan. Lima hakim agung menuduh pemerintah secara sengaja menolak menerapkan keputusan MA.
Seperti dikabarkan kantor berita Associated Press, Selasa (10/1), panel hakim agung juga memperingatkan, PM Gilani bisa diberhentikan, karena menolak membuka kembali kasus-kasus korupsi yang diduga dilakukan beberapa politisi kenamaan Pakistan. MA memberi waktu satu pekan kepada pemerintah untuk membuka kembali kasus-kasus korupsi yang menimpa sejumlah politisi, termasuk Presiden Asif Ali Zardari.
Pernyataan para hakim agung tersebut menjadi isyarat terbaru memburuknya hubungan antara MA dan pemerintah sipil Pakistan. Hubungan antara MA dan kantor PM memburuk sejak keluarnya putusan MA pada 2009 yang membatalkan perlindungan bagi Presiden Zardari dan politisi-politisi lain dari pengusutan korupsi dan kasus-kasus lain.
Selain 30 politisi, 8.000 orang yang diduga melakukan korupsi juga tidak bisa diusut, karena amnesti yang dikeluarkan oleh Presiden Pervez Musharraf pada 2008 tersebut. Amnesti mencakup kurang dari 3.478 kasus, mulai dari pembunuhan, penggelapan, hingga penyalahgunaan kekuasaan.
MA mengatakan dengan dibatalkannya amnesti, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda pengusutan kembali kasus-kasus, termasuk kasus penggelapan miliaran dolar yang diduga dilakukan Zardari di Swiss.
Namun keputusan MA tersebut tidak dianggap penting oleh seorang anggota parlemen yang propemerintah Babar Awan. "Hanya rakyat Pakistan yang berhak menentukan siapa yang layak didukung dan tidak layak didukung. Siapa yang jujur dan yang tidak jujur," kata Awan.(bbc/sya)
|